Jumat, 19 Februari 2021

Televisi Rusak

Ponsel Ruhan berdering. Ia lagi-lagi mendapatkan panggilan dari pamannya. Lelaki tua itu memintanya untuk segera kembali bertandang dan memperbaiki saluran televisinya yang rusak. Kabarnya, seluruh siaran pada televisi baru yang kemarin telah berhasil ia setelkan baik-baik itu, hilang, dan layar hanya menampakkan warna biru.

Lewat telepon, Ruhan lantas memberikan saran kepada sang paman agar mengecek baik-baik sambungan antena, tetapi ia memastikan kalau signal bukanlah masalahnya. Ruhan lalu menyarankan agar ia memencet kembali tombol remot yang telah dipencetnya dengan salah, tetapi ia mengaku telah melakukan upaya itu dan malah membuatnya semakin bingung.

Akhirnya, Ruhan pun menuju ke rumah pamannya dengan perasaan malas. Ia mesti rela meninggalkan permainan gim bersama teman-temannya dengan berat hati. Pasalnya, ia tahu sendiri kalau tak ada siapa-siapa yang pantas diharapkan untuk membantu sang paman yang telah lama ditinggal cerai istrinya dan tak sempat memiliki seorang anak pun.

Sepanjang perjalanan dari indekosnya di pusat kota yang dekat dengan lingkungan kampusnya, hingga ke rumah sang paman yang dekat dengan perbatasan kota, Ruhan terus menggerutu di dalam hatinya. Ia merasa kesal kepada sang paman yang lagi-lagi meminta pertolongan. Ia merasa terganggu dan mulai kehilangan kesabaran untuk terus-menerus menjadi pesuruh.

Memang, sudah ke sekian kalinya sang paman membebaninya dengan persoalan yang membuatnya suntuk. Mengantar sang paman ke pasar, atau ke tempat hajatan, senantiasa ia lakukan sebab sang paman tak cakap mengemudikan kendaraan. Bahkan persoalan atap yang bocor atau saluran air yang buntu di rumah sang paman, juga senantiasa menjadi urusannya.

Tetapi belakangan ini, masalah sang paman yang sering merepotkan Ruhan adalah perihal teknologi. Sang paman yang gaptek, acap kali mengusiknya karena persoalan di pengaturan ponsel, pendingin ruangan, atau televisi. Persoalan yang bagi anak kekinian hanyalah persoalan remeh yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah.

Namun suka atau tidak, Ruhan memang harus membantu sang paman untuk menyelesaikan persoalan teknologi itu. Masalahnya, jika tidak, persoalan itu bisa jadi akan menimbulkan akibat yang semakin merepotkannya sendiri. Misalnya, sang paman memiliki masalah genting yang tak segera ia komunikasikan lewat telepon sehingga menjadi semakin parah, atau sang paman menjadi sakit kerena anomali cuaca yang tidak diatasi dengan pendingin ruangan sehingga ia harus masuk rumah sakit, atau sang paman kesepian tanpa tontonan televisi sehingga ia memintanya untuk tinggal bersama.

Atas sikap sang paman yang banyak pinta, sumpah serapah pun seringkali bergaung di hati Ruhan. Ia menyalahkan sang paman yang tak menjaga hubungan pernikahannya, ataukah karena ia tak kunjung menikah pasca bercerai, sampai ia tak memiliki anggota keluarga yang bisa mengurusnya. Bahkan di puncak emosinya, sesekali, harapan jahat berbisik di dalam hatinya, semoga maut menjemput sang paman sehingga kerepotannya pun berakhir, meskipun ia lakas menganggap itu sebagai bisikan setan dan segera menepisnya.

Sampai akhirnya, dengan gejolak emosi, Ruhan pun tiba di rumah sang paman. Meski peluhnya bercucuran melintasi jalan raya yang panas dan macet, ia tetap bertamu dengan raut antusias. Ia tak ingin tampak ogah-ogahan dan kehilangan sikap hormat. Apalagi, sudah menjadi pesan ibunya agar ia memerhatikan sang paman.

Tanpa menunggu lama, Ruhan pun cepat-cepat mengecek permasalahan televisi di dalam kamar sang paman. Dalam sekejap, dengan beberapa tekanan pada tombol remot, ia pun berhasil memperbaiki program televisi hingga tayangan kembali normal. Seketika, ia merasa lega dan bersiap-siap untuk pergi, sembari berharapan semoga sang paman kembali asyik menonton dan tak sering menggangunya, sebagaimana yang ia harapkan ketika menuturkan saran untuk membeli televisi baru.

Namun ternyata, masalah sang paman tak hanya soal program televisi. Sang paman yang sudah tua dan lemah daya, juga memintanya untuk merapikan kamarnya agar lebih lapang. Maka dengan setengah malas, Ruhan pun melaksanakan permintaan itu. Ia lalu lekas menggeser posisi sebuah lemari yang sedikit reyot ke di sisi kaki dari pembaringan sang paman, lantas meletakkan televisi baru di rongga tengah lemari itu, kemudian menempatkan barang-barang yang lain di atas puncaknya, termasuk televisi lama yang mengidap banyak masalah.

Setelah hajat sang paman benar-benar beres, tanpa berlama-lama, Ruhan bergegas kembali ke indekosnya demi melanjutkan kesenangannya bersama teman-temannya. Beberapa lama kamudian, ia pun sampai. Dan iba-tiba, ia merasakan getaran, seperti juga teman-temannya yang lain. Telah terjadi gempa dengan kekuatan yang ia takar bernilai rendah.

Tanpa khawatir tentang apa-apa, Ruhan dan teman-temannya melanjutkan permainan gim di teras indekos hingga malam menjelang. Dan sesuai janji, Ruhan lantas bergegas mempersiapkan diri untuk mengantar sang paman ke sebuah acara pernikahan seorang keluarga jauh. Dengan setengah ikhlas, ia pun kembali menempuh perjalanan ke rumah sang paman.

Hingga akhirnya, Ruhan tiba di rumah sang paman dan menemukan kenyataan yang tiba-tiba mengubah kekesalannya menjadi penyesalan yang mendalam: Ia menemukan sang paman tengah tertelungkup diam di pembaringannya, dengan lemari yang menindih tubuhnya, dan televisi rusak yang tergeletak di samping kepalanya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar