Salahku
menatapmu wajah manismu terlalu lama. Memerhatikan gerak-gerikmu tiap kali
berjumpa. Sampai akhirnya, sejuta ekspresimu, terekam sempurna di memoriku. Kala
cemberut, tersenyum, atau melamun, semua tergambar jelas. Maka bertingkahlah
kau dalam khayal dan mimpiku. Hadir tanpa batas ruang dan waktu. Menghantuiku.
Tidak
adilnya, kau sedikitpun tak merasa turut bersalah. Padahal, salahmu juga terlalu
cantik. Merekahkan kembang harapan yang secepat kilat kau buat layu. Tanpa
beban apa-apa, kau menampakkan diri di hadapan lelaki rapuh sepertiku, tapi lekas
berlalu. Seperti ingin mengatakan: gapailah aku jika kau mampu.
Sebenarnya,
belum terlalu lama aku memerhatikanmu. Tapi perasaan yang kupendam, sudah begitu
menyesakkan. Setiap kali melihatmu berlalu, saat itu juga, aku ingin melihatmu
lagi. Bodohnya, tiap kali kau menatapku, maka guguplah aku, dan segera buang
muka. Aku takut kau jadi risih karena tatapanku yang mencurigakan.
Dan,
hari ini, aku hendak mengakhiri kemelut perasaanku. Aku berencana mengintaimu di
bangku taman kampus, tempatku sering memerhatikanmu diam-diam saat mengobrol dengan teman-temanmu yang lain. Akan kulanjutkan lukisan dirimu yang
kemarin belum sempat kurampungkan. Setelah selesai, akan kuberikan padamu,
beserta kalimat pembuka untuk awal hubungan kita.
Semua
langkah pasti yang kutempuh untuk menggapaimu itu, telah kutuliskan di
blog pribadiku. Kuuraikan menjadi cerita bersambung. Kutuliskan secara detail, sejak
pertama kali kita bertemu, sampai saat kekagumanku tumbuh tak tertahankan. Dan
kini, aku berharap mengakhirinya dengan indah. Kau pasti tak tahu.
Tapi
sepertinya, ceritaku masih berlanjut tentang seorang pemendam. Tak ada
tanda-tanda kau akan datang seperti kemarin. Padahal biasanya, kala sore hari,
saat jam perkulihan selesai, kau akan menghabiskan waktumu di bangku taman
kampus.
Aku
pun jadi was-was. Demi bertahan, akan beranjak ke kantin sejenak, meninggalkan
sejumlah buku dan lukisan setengah jadiku. Aku hendak membeli minuman untuk
mengembalikan tenagaku yang terkuras habis menanti kedatanganmu. Aku tak akan
berhenti menunggumu, walau langit benar-benar gelap. Haram bagiku menyerah. Sudah
kutekadkan untuk menuntaskan perasaan terpendamku sore ini.
Beruntung.
Sekembaliku dari kantin, kau telah duduk manis di bangku favoritmu. Kau terlihat
semakin menawan. Aku pun semakin berhasrat mengukir guratan wajahmu secara
detail.
Tapi
celaka, lukisanku yang belum rampung itu, menghilang entah ke mana. Kutoleh ke
segala arah, namun tak kutemukan. Lenyap. Aku menduga, embusan angin telah
menerpanya. Jatuh, lalu menyusup ke dalam celah-celah saluran pembuangan. Ataukah
seseorang telah meremasnya, lalu membuangnya ke dalam tong sampah. Entahlah.
Aku
tak bisa apa-apa lagi. Pastilah aku akan kelihatan bodoh jika membungkuk ke
segala arah, atau mengecek tong sampah, untuk mencari lukisan itu. Apalagi, tak
mungkin juga aku sekonyong-konyong mendatangi dan menanyaimu tentang lukisan
itu. Terpaksa kubatalkan lagi misiku.
Aku beranjak pergi. Dan, kisah tragis ini, akan kutuliskan lagi di blog pribadiku.
Aku beranjak pergi. Dan, kisah tragis ini, akan kutuliskan lagi di blog pribadiku.
“Kak…!”
suara wanita dari arah belakang, seperti tertuju padaku.
Aku
menoleh, dan hanya melihatmu seorang diri di tengah sore yang temaram. Kau menuju
ke arahku. Kedatanganmu jelas membuatku deg-degan dan mati kutu.
“Kenapa?”
Aku bertanya dan sebisa mungkin terlihat biasa.
“Ini
lukisan Kakak,” katamu, sambil menyerahkan lukisan setengah jadi itu.
Lidahku
kelu membalas. Aku tak kuasa mengelak. Kau seperti yakin itu milikku.
“Terima
kasih, Amarta,” tuturku, lalu sadar, aku telah melakukan kesalahan: menyebut
namamu sebelum kita berkenalan.
“Sama-sama.
Kak Raja bisa melanjutkannya besok-besok,” ujarmu, sembari tersenyum dengan
sangat menawan.
Aku
tersentak. Bagaimana bisa kau memanggilku dengan nama yang salah. Sebuah nama
tokoh ceritaku di blog, yang menggambarkan tentang aku selama ini.
“Buatlah
akhir ceritanya menjadi menarik,” tuturmu, lalu beranjak pergi, membawa jawaban
yang sepertinya tak perlu kupertanyakan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar