Kamis, 06 Oktober 2016

Baju Sekolah

Sejak kemarin sore, Alvin terlihat murung. Ia tak tampak ceria seperti hari-hari biasanya. Bahkan semalam, ia melewatkan tayangan sinetron favoritnya. Sebuah sinetron berepisode, dengan genre pergaulan remaja kekinian. Padahal, ia senantiasa menontonnya bersama sang ibu di malam-malam sebelumnya.

Pagi ini, kemurungannya berlanjut. 

“Bu, aku tak mau masuk sekolah hari ini!” tegas Alvin. Wajahnya cemberut. Kesal.

“Eh, kamu sakit?” tanya sang ibu dengan tutur kata mendayu, sambil menyerahkan seragam pramuka pada anaknya.

“Tidak, Bu. Tapi…” Alvin berpikir beberapa detik, “Baju seragamku yang baru Ibu belikan minggu lalu, hilang.”

“Oh, yang baju putih itu? Kau tak perlu mencemaskannya, Nak,” tutur ibunya, sambil tersenyum. Berusaha menenangkan buah hatinya. “Tapi ini kan hari Rabu. Bukan waktunya kau pakai.”

“Ini baru hari Selasa, Bu,” balas Alvin, setengah jengkel. Jelas, ia tak akan lupa hari ini. Ada sebuah peristiwa penting yang hendak diperingatinya. “Ibu kok jadi pikun sih.”

Sang ibu melirikkan bola matanya ke arah kanan. Berupaya mengingat-ingat kronologi waktu. “Ah, maaf, Ibu lupa, Nak. Sebentar Ibu ambilkan baju putih untukmu,” tuturnya, lalu bergegas mengambil baju yang dimaksud.

Alvin malah jadi waswas.

Beberapa detik berlalu. “Ini,” tutur ibunya, sembari menyodorkan baju seragam putih pada sang anak.

Baju itu jelas serupa dengan baju yang dikatanya hilang. Ada coretan pulpen hasil ulahnya sendiri. “Ibu dapat dari mana?” tanyanya, penasaran.

Ibunya tersenyum tenang, sambil mengusap sambut Alvin yang ditegak-tegakan seperti gaya bintang sinetron idolanya. “Kemarin, sepulang dari kebun seberang, ibu menemukannya tergantung  di dahan pohon, di pinggir sungai. Kau pasti lupa memasukkannya ke dalam tasmu selepas mandi.”

“Tapi…,” Alvin seperti tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Ia terdiam sejenak, sambil menelan-nelan ludahnya. “Apa cuma ini yang Ibu temukan? Tak ada seuatu yang lain?”

“Memang, ada yang lain apa?” tanya balik ibunya dengan lembut. “Ya, hanya ini yang Ibu temukan.”

“Tak ada apa-apa, Bu,” pungkas Alvin.

Setelah itu, ia pun melangkahkan kaki menuju ke sekolah dengan setengah malas. Langkahnya tampak ogah-ogahan, sebab kekalutan yang melandanya belum sirna betul. Ia masih memikirkan sesuatu yang hilang. Sesuatu yang jelas disimpannya di saku baju putihnya  kemarin.

Di teras rumah, sang ibu terus memandangi Alvin lekat-lekat. Ia mengkhawatirkan putranya yang kini masih kanak-kanak itu. Khawatir jika jiwanya terus bergolak, sampai tak menikmati lagi masa kanak-kanaknya. Itu adalah bencana. Bencana di zaman kemajuan teknologi.

Dan, yang sesungguhnya terjadi kemarin, sang ibu menemukan sesuatu di saku baju Alvin. Barang yang dirahasiakan anak kelas IV sekolah dasar itu adalah selembar foto. Foto yang menampakkan sang anak tengah berpose dengan seorang anak perempuan, sebayanya. Di balik foto, tertulis: Selamat Ulang Tahun, Sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar