Sudah
71 tahun Indonesia meredeka. Tapi nahas, nasionalisme bangsa malah semakin surut.
Luntur dari waktu ke waktu. Sangat jauh berbeda dengan nasionalisme para
pejuang kala menghadapi penjajah. Ini tentu memiriskan, mengingat nasionalisme
adalah roh bagi kejayaan bangsa. Tanpa nasionalisme, berarti bangsa dan negara Indonesia,
menuju kehancuran.
Nasionalisme
kini, hidup sebagai jargon belaka. Digunakan sebagai klaim pribadi atas cinta
tanah air. Merasa nasionalis, tapi sebenarnya tidak. Nasionalisme belum hidup
sebagai semangat yang membawa perubahan nyata dalam kehidupan berbangsa. Tanpa
sadar, nasionalisme malah dibunuh secara
perlahan. Dirusak, dijual, diabaikan, lalu dilupakan.
Dirusak
Nasionalisme
telah dirusak. Dirusak berarti ada tindakan aktif pihak asing, besekongkol dengan oknum bangsa, yang
bersifat destruktif terhadap semangat nasionalisme. Ada agenda yang memang
dilakukan secara terstruktur untuk mencuri kekayaan alam tanah air Indoensia. Negara dipaksa berkompromi, bahkan melayani pihak asing. Akhirnya, bangsa Indonesia hanya
menjadi pesuruh di negaranya sendiri.
Bukti bahwa nasionalisme telah dirongrong negara dan korporasi asing adalah dikuasainya kekayaan
alam Indonesia oleh dan untuk kepentingan mereka. Kekayaan alam tanah air dikuras habis, sehingga hanya menyisakan secuil manfaat bagi bangsa sendiri. Parahnya,
Indonesia di tangan pemerintah, tak bisa berbuat banyak.
Yang
paling anyar terkait dirusaknya nasionalisme adalah maraknya tenaga kerja asing
di Indonesia. Bagaimana tidak, kala individu bangsa kesulitan mendapatkan
pekerjaan untuk penghidupannya, lapangan pekerjaan yang terbatas, malah diisi
oleh warga negara asing. Mereka tidak hanya menyasar pekerjaan yang butuh
keahlian professional untuk tujuan alih teknologi, tetapi juga pekerjaan kasar
yang jelas dapat diisi bangsa Indoensia sendiri. Ini tentu tak boleh dibiarkan.
Kalau
pihak asing telah menjadi tuan di negara ini, jelas nasionalisme akan dirusak.
Bangsa ini tidak akan menganggap lagi nasionalisme sebagai kebutuhan, sebab
kuatnya cengkraman asing pada perekonomian bangsa. Kekayaan alam yang menyangkut
hajat hidup orang banyak, telah dikuasai. Matilah nasionalisme.
Kiranya, penting mendudukkan kembali bangsa ini sebagai pemilik utuh tanah air Indonesia. Pemerintah harus menjalankan amanah konstitusi. Mengelolah seluruh kekayaan alam untuk kesejahteraan bangsa sendiri. Jika begitu, nasionalisme akan terjaga.
Kiranya, penting mendudukkan kembali bangsa ini sebagai pemilik utuh tanah air Indonesia. Pemerintah harus menjalankan amanah konstitusi. Mengelolah seluruh kekayaan alam untuk kesejahteraan bangsa sendiri. Jika begitu, nasionalisme akan terjaga.
Dijual
Keroposnya
semangat nasionalisme, juga terjadi atas ketidakberdayaan bangsa Indonesia di bidang
perekonomian. Negara sudah merdeka, tapi hidup dan kehidupan bangsa, masih
terancam. Maka, demi penghidupan, nasionalisme pun dijual kepada pihak asing.
Jelas, nasionalisme menjadi hampa jika diperhadapkan pada persoalan “perut”. Itu
naluriah, sebab bagi manusia, tak ada yang lebih berharga dari nyawa.
Bukti
atas dijualnya nasionalisme, dapat dilihat dari sederet kasus perubahan kewarganegaraannya
oleh bangsa Indonesia untuk sebuah negara asing. Biasanya, berawal dari bekerja
sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri, entah di sektor formal
maupun informal, hingga berujung pada keputusan pengubahan kewarganegaraan.
Motivasi utamanya tentu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Kejadian
semacam itu, bahkan marak terjadi secara sembunyi-sembunyi di daerah
perbatasan. Tak jarang, warga negara Indonesia rela menyeberang ke negara
tetangga, dan mengubah kewarganegaraannya. Ini tentu sulit dihindari, sebab
kesenjangan pembangunan wilayah negara Indonesia dengan negara tetangga di
daerah perbatasan, masih tinggi.
Terjualnya
kewarganegaraan sebagai simbol utama nasionalisme, tidak terlepas dari
persoalan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang melambat dan tidak merata, pastilah
rentan berujung pada tindak “penjualan” nasionalisme. Untuk itu, percepatan
pembangunan harus dilakukan oleh pemerintah demi mewujudkan Indonesia jaya dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Diabaikan
Nasionalisme
diabaikan, juga menjadi problem utama bangsa ini. Kewarganegaraan sebagai wujud
nasionalisme, tak diacuhkan demi kepentingan pragmatis. Buktinya, belum lama ini
terjadi keteledoran asministratif oleh pemerintah yang jelas melanggar hukum. Seseorang
yang diduga telah menjadi warga negara asing, diangkat menjadi menteri. Demi percepatan
pembangunan, dia yang dinggap ahli dilantik sebagai menteri, tanpa
mempedulikan status kewarganegaraannya. Padahal, tanpa kewarganegaraan
Indonesia, nasionalisme seseorang untuk memajukan negara ini, wajar
dipertanyakan.
Kejadian
di atas, jelas membuktikan kalau negara, dalam hal ini pemerintah, masih abai
dalam menjaga identitas kewarganegaraan sebagai simbol nasionalisme. Demi
kepentingan politik, tata negara diabaikan. Padahal, masih banyak warga negara
yang sedari lahir sampai tua, masih setia menjadi warga negara Indonesia, serta
berkontribusi untuk pembangunan bangsa dan negara. Kualifikasi itulah yang
harusnya lebih diutamakan.
Penghormatan
terhadap identitas kebangsaan dan kenegaraan menjadi penting, sebab di situlah nasionalisme
bersemayam. Pengabaian terhadap identitas kewarganegaraan, misalnya, akan
menimbulkan stigma bahwa tak perlu kawarganegaraan untuk menjadi pejabat di
negara ini. Ataukah, tak perlu mempersoalkan nasionalisme seseorang yang tak
berkewarganegaraan. Ini tentu berbahaya.
Ke
depan, pemerintah harusnya melakukan upaya untuk terus meningkatkan kecintaan
bangsa terhadap identitas kenegaraan, bukan malah mengabaikannya. Caranya dengan
menjaga dan mengambangkan pengetahuan atas identitas tersebut. Yang lebih
penting, pemerintah harus memberikan contoh kepada masyarakat terkait taata
kehidupan kehidupan bernegara yang baik. Jika begitu, maka nasionalisme akan
terus terpelihara.
Dilupakan
Indikasi
kalau bangsa ini mulai lupa akan pentingnya nasionalisme, juga mulai tampak.
Nasionalisme terkesan kehilangan hakikat. Hanya diwujudkan dalam simbol-simbol dan
upacara seremonial. Sekadar menjadi gaya-gayaan. Tak terwujud dalam
tindak-tanduk nyata dalam memajukan negara. Tak heran jika embel-embel
nasionalisme bertebaran di mana-mana, tapi bangsa ini, masih hidup dalam keterpurukan.
Dilupakannya
nasionalisme oleh bangsa ini, terlihat dari disorientasi budaya. Kebudayaan
bangsa terjajah seiring dengan gempuran budaya asing. Sistem filtrasi budaya tak
difungsikan dengan baik. Penggalakan cinta budaya tanah air, juga tak
dilakukan. Jadinya, bangsa ini lebih gandrung terhadap budaya asing. Lupa diri.
Berparas Indonesia, tetapi gaya hidupnya impor. Banyak contoh detail untuk hal
ini. Tak perlu diperinci.
Budaya
bersosial, nyatanya telah luntur. Ego individual, semakin menjadi-jadi. Membunuh
ego kebangsaan yang melahirkan nasionalisme. Lahirlah individu dan kelompok
yang sengaja menguasai negara untuk kepentingannya. Oligarki dan KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme), semakin marak. Sulit diberantas. Menimbulkan penderitaan
bagi masyarakat. Tindakan semacam itu, tanpa sadar, menggiring negara menuju ambang
kehancuran.
Nasionalisme
harus digelorakan kembali. Tidak boleh dilupakan sedikit pun. Bangsa ini harus
belajar dari nasionalisme para pahlawan yang rela mengorbankan nyawanya demi
kemerdekaan. Pada bangsalah, kejayaan sebuah negara dipertaruhkan. Makanya, nasionalisme
harus ditancapkan pada setiap jiwa, agar semangat membangun negara, terus
berkobar.
Nasionalisme
kita tangah berada di titik nadir. Kita perlu sadar dan menyelamatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar