Minggu, 14 Agustus 2016

Mobil-Mobilan

Andro merajuk. Mobil mainan hilang entah ke mana. Padahal, mobil itu baru saja dihadiahkan orang tuanya, saat ia berulang tahun yang ke tujuh, sebulan lalu. Sedari tadi, ia hanya duduk di bawah pohon mangga, di depan rumahnya. Perintah sang Ibu agar ia berhenti bersungut-sungut dan pulang makan siang, tak dihiraukan. Mobil-mobilannya itu, harus ditemukan.

Datanglah Suran, tetangga barunya. Keluargan Andro memang baru pindah rumah dua hari yang lalu.

“Kamu kenapa?” tanya Suran, anak kurus yang setahun lebih tua dari Andro. Ia datang sambil menarik mobil-mobilannya yang dirangkai dari bahan sederhana. Badannya terbuat dari botol air minum kemasan, sedangkan bannya dari karet alas sandal. “Perkenalkan, namaku Suran,” tambahnya, sembari menjulurkan tangan.

Andro bergeming. Hanya menoleh sepintas. Tak tertarik memperkenalkan dirinya juga. Ia merasa aneh terhadap lelaki yang baru dikenalnya. “Mobil mainanku hilang. Memangnya kau bisa bantu?” balas, cemberut.

“Hilang?” tutur Suran, mengesankan kalau ia turut prihatin.

Andro tampak semakin lesu.

“Kalau begitu, ambil saja mobil mainanku ini. Aku punya dua lagi kok di rumah,” tawar Suran, sambil menjulurkan mobil mainan itu pada Andro.

Andro hanya melirik sekenanya. Tak berselera. “Tak usah. Mobil-mobilanmu jelek. Punyaku kan mobil remot. Beda dengan punyamu,” balasnya.

“Tapi kan yang penting kita bisa main,” bujuk Suran lagi.

Emosi Andro yang belum tenang, kini melunjak. “Saya bilang tidak mau, ya tidak,” bentaknya, sembari menepis mobil mainan sederhana yang ditawarkan Suran. 

Mobil-mobilan itu pun, terbanting. Berserakan. Joli rodanya yang terbuat dari bambu, patah. Kedua ban depannya pun berguling ke arah yang berlawanan.

Suran memungut rangkaian mobil-mobilannya dengan sedikit rasa kecewa.

“Aku tak butuh teman bermain. Cari saja yang lain,” tegas Andro, lagi.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Suran pun berbalik. Melangkah pulang ke rumahnya. Mobil mainan yang seharusnya ia tarik dengan tali pandu, sekarang ia tenteng.

Tak berselang lama, Ranif, ayah Andro, datang dari kantornya. Ia segera menghampiri sang anak yang terlihat sedang bersedih. 

“Kamu pasti mencari mobil remotmu kan?” tebak Ranif. “Maaf Nak, aku lupa memberi tahu kalau mobilmu itu, telah kuberikan pada anak tetangga.”

“Apa? Kenapa diberikan ke orang lain Ayah. Aku kan masih suka,” kesalnya.

“Iya. Aku tahu Nak. Tapi mobil-mobilanmu itu kan sudah usang. Makanya, aku berikan kepada anak tetangga sebelah. Kasihan dia. Mobil-mobilan tak canggih,” jelas Ranif pada anaknya yang manja. “Ayah pikir, sudah waktunya kau punya mainan baru Nak. Ini, Ayah belikan yang baru,” sambungnya lagi, kemudian menyerahkan sebuah mobil mainan bermodel balap. 

Andro melirik sejenak. “Aku tak suka! Pokoknya, aku mau mobil-mobilanku kembali,” tegasnya.

Kini, Ranif jadi pusing. Bingung mencari cara menenangkan perasaan sang anak. 

“Hai, ini mobil remotku. Seseorang memberikan padaku kemarin. Kau mau?” tutur Suran. Ia tiba-tiba muncul di berlakang Andro dan ayahnya. “Om?” refleksnya, kala menyadari, lelaki itulah, Ranif, yang memberikan mobil remot bekas padanya kemarin.

Ranif tersenyum pada Suran. “Tak usah, Nak. Kan aku sudah berikan padamu,” tuturnya.

Tanpa aba-aba, Andro pun mengambil mobil-mobilan remot yang ditenteng Suran. 

“Andro!” Ranif memperingatkan kepada sang anak kalau sikap terhadap Suran, tak baik.

“Iya Om. Terima kasih. Tapi aku memang tak suka mobil remot. Maksudnya, aku tak tahu bagaimana cara memainkannya,” tutur Suran. “Lagian, Andro memang butuh. Yang penting kan, kami bisa main, bersama-sama.

Ranif merasa haru mendengar kepolosan Suran. Sungguh berbeda sikapnya dengan Andro. 

“Nah, ini, aku baru beli mobil remot baru. Kalau mau, kau bisa belajar memainkannya,” tutur Ranif pada Suran. “Andro, kau harus mengajar Suran! Kalian harus main bersama-sama!”

Andro tak menjawab. Ia masih terlihat kesal.

Suran tampak semringah. Kini ia punya kesempatan memiliki teman sepermaian baru.

Ranif pun meninggalkan mereka berdua. Sampai lama-lama, ia melihat kedua anak itu bermain bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar