Pada
waktu-waktu yang lalu, aku menjalani kekosongan yang panjang. Aku lalu iseng mengarang-ngarang
lagu --izinkan aku menyebutnya “lagu”-- dengan bekal gitar tua warisan kakakku
yang dibeli tahun 2004. Tanpa rencana pasti untuk apa, aku lalu merekamnya ke
dalam ponsel. Hingga akhirnya, dalam rentang waktu 2016-2020, terkumpullah lebih
dari seratus potongan lagu.
Di
tengah kelapangan waktu belakangan ini, aku pun menguatkan diri untuk mendengar
kembali rekaman-rekaman itu. Aku berusaha memilah dan memilih potongan-potongan
rekaman yang layak untuk dirampungkan menjadi sesuatu yang mungkin patut
disebut lagu. Dasar pertimbanganku pada proses penyeleksian itu adalah rasa-rasa
musikku sendiri.
Sebenarnya,
aku merasa rendah diri atas apa yang dengan sangat segan kusebut lagu itu.
Dengan hanya iringan gitar tua bersuara cempreng dan alat perekam seadaanya, lagu-lagu
itu jelas jauh dari bentuk lagu hasil rekaman profesional. Ditambah lagi oleh musikalitasku
yang memang cetek dalam soal bernyanyi dan bermain gitar, kecuali bahwa aku
bisa melakukannya.
Dalam
dunia permusikan, aku hanya merasa diri pantas disebut sebagai penikmat. Aku
candu mendengar lagu-lagu dalam beragam genre oleh beragam pemusik dari dalam
dan luar negeri. Aku suka menjelajahi belantara lagu-lagu dari dahulu sampai
sekarang, hingga selera musikku pun terbentuk sebagai kulminasi cita rasa dari
pengalaman mendengarkan dan menikamati itu.
Dengan bekal selera musik, aku lantas merangkap sebagai seorang pengamat musik yang
subjektif. Selera musikku yang terbentuk melalui proses induktif, akhirnya
menjadi kacamataku dalam memandang bentuk-bentuk musik secara deduktif. Aku punya
konsepsi pribadi tentang musik, hingga aku punya pendapat tentang lagu yang
baik dan buruk, bagi diriku sendiri.
Pandangan
musik kemudian menjadi pedomanku dalam mendengarkan lagu-lagu. Setiap kali
mendengarkan lagu baru, seketika pula, aku akan membedahnya bagian per bagian,
lalu memberikan penilaian di rentang sangat baik atau sangat buruk. Dari itu
aku akan memutuskan untuk memasukkannya di dalam kelas-kelas lagu kesukaanku
atau tidak.
Jadi
secara pribadi, aku tidaklah fanatik atas genre musik atau pemusik tertentu,
sebab dasar penilaianku adalah lagu. Menyukai sebuah band, misalnya, bukan
berarti bahwa aku menyukai semua lagu-lagunya. Bahkan pada satu lagunya pun,
aku belum tentu menyukainya secara utuh. Bisa jadi aku suka bagian awal saja,
tetapi tidak pada bagian pertengahan dan akhirnya.
Yang
ingin kusampaikan dari uraian di atas, bahwa motivasiku mengarang lagu berangkat
dari seleraku tentang musik yang “menyenangkan”. Bahwa lagu-lagu yang kukarang adalah
manifestasi dari pendapat musikku secara pribadi. Bahwa aku punya selera dan pendapat
tentang musik yang “aku sesungguhnya”, dan aku berhasrat mengungkapkannya.
Secara
ringkas, aku mencipta karena aku punya pendapat. Aku mengarang lagu-lagu karena
aku punya pendapat tentang nilai lagu. Dan setelah lama mengamati pendapatku
sendiri, aku akhirnya menyimpulkan bahwa aku menggantungkan kesukaan dan ketidaksukaan
atas sebuah lagu pada apa yang kuistilahkan dengan aspek harmonisasi-dinamika.
Lagu
yang baik menurutku adalah lagu yang mengandung warna-warni suara yang berpadu
indah. Suasana yang dibangunnya beragam dan berubah-ubah, tetapi terasa sebagai
satu keutuhan. Nada demi nada, tempo demi tempo, hentakan demi hentakan,
bergulir apik dan rapi. Layaknya seperti kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf yang
tersambung dengan kata penghubung yang baik.
Sebagai
seseorang yang tak memiliki pengetahuan musik secara teroretis, bahkan yang
dasar sekali pun, aku sungguh kesulitan menjelaskan tentang harmonisasi-dinamika
lagu yang kumaksud. Aku malah khawatir kalau itu hanya klaim picikku atas
selera musikku sendiri. Tetapi lagu Yes I Am (One Ok Rock) dan Semua Tak Sama
(Padi), kurasa bisa menyatakan maksudku itu.
Akhirnya,
keisenganku untuk mengarang dan merekam lagu, sampai mengunggahnya di laman Soundcloud pribadiku, adalah sebuah kenekatan. Kemiskinan instrumen,
ketidaktepatan nada, kepolosan lirik, kesumbangan suara, adalah beberapa cela
yang nyata dalam lagu-lagu itu. Tetapi aku tetap senang karena memiliki pendapat
soal musik dan berhasil mengungkapkannya, meskipun ungkapan itu memang tak
sepenuhnya menggambarkan pendapatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar