Rabu, 11 Desember 2019

Petaka Lebih

Setahun lalu, Mirdan melewatkan kesempatan emas untuk menjadi seorang pegawai negeri di lingkup pemerintahan ibu kota negara. Pada tahap seleksi bidang yang hanya menyisakan tiga orang, ia memilih untuk tidak mengikui tes atas alasan sakit. Padahal, jika memang mau, ia bisa saja memaksakan diri untuk sesaat, seperti yang akan dilakukan para pendaftar yang lain.
 
Namun di luar pengetahuan orang-orang, kala itu, Mirdan tidak benar-benar sakit. Ia hanya mencari-cari alasan untuk tidak melanjutkan kompetisi yang telah ia mulai dengan cara culas. Pada tahap seleksi berkas, ia telah menyertakan dokumen sertifikat kecakapan berbahasa Inggris yang asli tapi palsu, sampai ia lolos pada tahap-tahap selanjutnya.

Di balik keputusannya untuk mundur dari seleksi, Mirdan tak sedikit pun merasa rendah diri atas kapasitasnya. Saat kuliah, ia tergolong mahasiswa yang cerdas dan aktif berorganisasi. Tetapi pada soal persyaratan administrasi, pada soal kecakapan berbahasa Inggris yang kadang-kadang ia pikir tak berhubungan dengan kerja-kerja pegawai nantinya, ia tak bisa apa-apa.

Mirdan memang terlanjur menempuh jalan kecurangan, tetapi ia merasa lebih baik terlambat untuk berhenti ketimbang tidak sama sekali. Ia takut menanggung beban jika akhirnya ia dinyatakan lulus dan harus menjalani kehidupan yang ia peroleh dengan cara yang salah. Ia takut jika akhirnya memperloleh gaji dan menggantungkan hidup pada sesuatu yang haram.

Untuk kesadaran soal prinsip “hanya dengan cara yang baik orang dapat memperoleh hasil yang baik” yang kini ia tegakkan di sepanjang perjalanan, pikiran Mirdan pun tak terbebani lagi oleh rasa bersalah. Ia merasa telah mengambil keputusan penting di dalam hidupnya. Ia yakin, dengan cara yang baik, ia akan mendapatkan pekerjaan yang baik pula.

Selain soal cara yang salah, kemunduran Mirdan juga atas pertimbangan persahabatan dan kemanusiaan. Belakangan waktu, ia tahu kalau salah satu pesaingnya di tes bidang adalah seorang teman baiknya selama kuliah. Karena itulah, ia merasa akan sangat biadab jika ia menjadi pemenang dan mengambil hak sahabat baiknya sendiri.

“Aku tak tahu harus mengatakan apa,” kata Riki, sahabatnya, melalui saluran telepon, pada satu waktu setelah ia dinyatakan lulus dalam seleksi dan ditetapkan sebagai calon pegawai negeri.

“Kau tak harus mengatakan apa-apa,” balas Mirdan. “Kau tahu sendiri, aku tak ikut tes karena sakit”

“Ya. Walaupun aku tahu juga, kau pasti mengalahkan aku jika saja kau ikut tes. Kau jelas lebih hebat dariku,” timpal Riki.

Mirdan mendengus, lalu tertawa pendek. “Jangan berkata begitu. Kau memang lebih pantas mendapatkan posisi itu. Sejak awal, aku memang sudah kalah,” balas Mirdan, memaksudkan rahasianya tentang dokumen illegal yang ia sertakan dalam seleksi berkas.

Riki pun tertawa pendek. “Baiklah kalau begitu,” katanya. “Aku hanya berharap, semoga ke depan, jalanmu mulus, dan kau bisa menjadi abdi negara. Aku tahu, kau orang baik, dan masalah pegawai negeri saat ini adalah soal integritas.”

Diam-diam, Mirdan merasa tersinggung. “Amin!” pungkas Mirdan.

Obrolan mereka pun berakhir dengan saling menguatkan harapan.

Dan untuk memulai jalan yang baik, tahun ini, Mirdan pun bertekad untuk kembali melamar menjadi calon begawai negeri setelah berhasil mendapatkan sertifikat kecakapan berbahasa Inggris secara sah. Dan untuk tahun ini, ia berencana untuk kembali melamar satu jabatan seperti tahun lalu demi sejawat dengan sahabat baiknya, tanpa perlu melakoni cara-cara yang culas.

Namun pagi ini, ketika ia mencari informasi di media sosial tentang lowongan yang hendak ia lamar, ia pun terkejut setelah menemukan sebuah berita tentang Riki, sahabat baiknya, yang dikabarkan tak jadi dilantik sebagai pegawai negeri setelah kedapatan menjadi saluran kongkalikong pejabat dan pengusaha dalam sebuah aksi korupsi.

Seketika, Mirdan terenyuh menyaksikan akhir dari segala yang telah ia ikhlaskan kepada sahabat baiknya sendiri. Namun pada sisi yang lain, ia seolah mendapatkan dorongan yang besar untuk memenangkan seleksi tahun ini dan menjadi abdi negara yang penuh integritas, sebagaimana tekadnya sejak awal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar