Minggu, 20 November 2022

Bunga Cengkih

Pagi-pagi, ayah mengerami sepancang bambu
Menaruhkan selamatnya pada anak-anak tangga
Menari dan menghimpun bunga cengkih sampai sore
Untuk dipipil, sepanjang malam melawan kantuk
 
Esoknya, ibu menggelar bijian itu di tanah lapang
Memanggangnya di bawah terik bersama tubuhnya
Sampai lepas berhari-hari, dijualnyalah demi hidup
Dengan harga seadanya, entah bagaimana bisa
 
Tahun-tahun berganti, anak-anak terus bersekolah
Untuk menjadi pintar, katanya, untuk menjadi kaya
Agar tak semalang ayah-ibu yang buta siasat ekonomi
Yang terlalu lugu untuk bertanya, “Kenapa bisa kami hidup miskin dengan bunga cengkih yang memperkaya orang-orang terkaya di negeri ini?”
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar