Hak
bagi setiap orang untuk merasakan kesenangan. Itu juga berarti, setiap orang
berhak mencari sumber kesenangan, baik bentuknya materi ataupun nonmateri,
melalui pendekatan jasmani ataupun rohani. Jadi, mencari dan merasakan kesenangan,
merupakan hak individual. Karena ranahnya yang individual, maka di sisi lain, setiap
orang harus mengupayakan untuk tidak mengganggu hak kesenangan orang lain.
Mencari
kesenangan, tidak berarti bebas, sampai menimpakan kerugian kepada orang lain.
Bisa jadi, seseorang senang atas sebuah hal, tapi bagi orang lain malah merasakan
derita. Keadaan itulah yang perlu dihindari. Namun, selagi kesenangan hanya
berdampak secara individual bagi pencari kesenangan, maka siapa pun, harus
menghargainya. Bahkan campur tangan otoritas yang mengatasnamakan kepentingan
umum, juga harus diminimalisir.
Kesenangan
bagi setiap orang, sama pentingnya dengan kebutuhan dasar atas meteri. Jika
makan diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan fisik, maka kesenangan yang
bersumber dari aktivitas hiburan, merupakan kebutuhan jiwa. Untuk itu, di hidup
yang membutuhkan keseimbangan ini, jelas tidak tepat kalau salah satu kebutuhan
saja yang terpenuhi, lalu mengabaikan kebutuhan yang lain.
Tapi
belakangan, tindakan melarang kesenangan terus bermunculan. Entah karena latah
atau memang kolot, banyak kebijakan yang mengatasnamakan kebaikan bersama,
malah merampas kesenangan individual yang notabene asasi. Atas nama kepentingan
umum, otoritas tertentu merampas kesenangan seseorang. Individu dipaksa
merelakan sumber kesenangannya diboikot. Dilarang senang sendiri-sendiri.
Tindakan
melarang kesenangan, terlihat pada sejumlah fenomena kehidupan. Misalnya saja
pelarangan atas sejumlah produk makanan, perangkat teknologi, buku-buku, karya
seni, sampai pada aplikasi game. Padahal kesemua itu adalah sumber kesenangan
yang harusnya menjadi pilihan bebas setiap orang. Kalau pun dianggap
mendatangkan keburukan, kebijakan pelarangan, bukanlah jalan terbaik.
Memberedel
sumber kesenangan, sama saja dengan menutup jalan menggapai rasa senang. Padahal,
naluri individual pada setiap orang, akan terus memberikan dorongan untuk
mencari dan merasakan kesenangan. Memusnahkan sumber kesenangan tanpa alasan objektif,
nantinya malah membuat seseorang kehilangan nikmat kehidupan, ataukah mencari
sumber kesenangan yang terlarang.
Kekhawatiran
beberapa orang yang menilai sumber kesenangan tertentu mendatangkan dampak negatif,
sama sekali tidak patut jadi alasan pembenaran terhadap tindakan pelarangan
kesenangan. Sebab pada banyak hal, yang dibutuhkan hanyalah pengaturan agar kesenangan
sebagai hak, tidak membuat seseorang terlena dan melupakan kewajibannya. Kalau
semisal sumber kesenangan hanya dijelajahi di sela-sela waktu, atau bahwa
sebagai pelepas penat, maka jelas itu penting.
Kalau
pun pada akhirnya, atas pertimbangan rasional, ternyata sebuah sumber kesenangan
mendatangkan dampak negatif yang luar biasa, sehingga harus dilarang, maka pelarangan
itu, harus diikuti upaya pengalihan sumber kesenangan. Kebutuhan setiap orang
untuk mencari kesenangan, harus tetap terwadahi. Jika pelarangan itu tanpa
pengalihan, maka pencari kesenangan akan mencari jalannya sendiri, yang mungkin
saja lebih buruk.
Merujuk
pada kejadian belakangan ini, jika pihak tertentu merasa bahwa game berbasis
teknologi membuat anak-anak jadi antisosial, maka melarangan bermain game,
bukanlah solusi tepat. Apalagi dunia anak-anak, memang berorientasi pada
kesenangan. Maka, jalan terbaik yang harusnya dilakukan adalah membangun
suasana, serta memfasilitasi kesenangan anak-anak agar beralih ke permainan tradisional
yang jitu dalam membangun relasi sosial. Teknisnya dengan membangun pusat
permainan tradisional, diikuti festival dan kompetisi secara rutin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar