Jumat, 15 Juli 2016

Konsistensi Individual


Kompleksnya kebutuhan manusia kekinian, mendorong maraknya pembentukan kelompok manusia. Bentuknya bermacam-macam, misalnya  organisasi atau komunitas, baik formal maupun informal. Pembentukan kelompok itu ditujukan untuk menghimpun orang-orang yang punya kepentingan yang sama. Tujuannya adalah menciptakan gerakan sinergis menuju satu tujuan.

Di dalam satu kelompok, orang-orang akan diikat dengan prinsip solidaritas. Penanamannya dimulai pada tahap kaderisasi anggota, dan senantiasa dijaga untuk waktu-waktu selanjutnya. Solidaritaslah yang nantinya memperkuat ikatan anggota dalam upaya mencapai tujuan kelompok secara efektif dan efisien. Dengan begitu, solidaritas menjadi penting bagi kelompok.

Terciptanya kelompok yang sarat solidaritas, dapat terjadi di semua lini kehidupan. Misalnya pada aspek sosial, budaya, ekonomi, dan keagamaan. Kenyataan itu tentu tak bisa dihindari. Alasannya karena secara kodrati, manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan manusia yang lain. 

Pada sisi lain, ternyata solidaritas kelompok membawa pengaruh besar terhadap konsistensi individual seseorang dalam bertindak. Solidaritas kelompok yang mencengkram kuat, mengikis kemandirian seseorang. Ikatan kelompok telah mampu membuat anggotanya menjadi tak bebas dalam memperjuangkan kata batinnya. Dipatok bahwa semua tingkah laku, harus berdasarkan legitimasi kelompok. 

Tidak sekadar membuat seseorang mengabaikan dorongan individualnya, dalam bentuk yang ekstrim, solidaritas kelompok bahkan dapat membuat seseorang berbuat di luar kehendak pribadinya. Atas nama kebersamaan, seseorang tak menghiraukan lagi apakah perilakunya baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani telah terbunuh demi kepatuhan pada kelompok. Orang-orang jadi lupa kalau kelompok adalah bentukan individu. Kelompok tak berjiwa tunggal.

Anggapan bahwa tanggung jawab tindakan atas nama kelompok, harus diemban secara bersama-sama, menambah kekolotan seseorang untuk membunuh nuraninya. Dianggap solidaritas lebih penting dari segalanya. Intinya, anggota kelompok menganggap bahwa kebersamaan dalam keburukan lebih baik daripada sendiri dalam kebaikan.

Kalau benar, di masa kini, banyak orang yang telah menumbalkan hati nuraninya pada sebuah kelompok, maka tak heran jika terjadi banyak tindakan beringas yang dilakukan atas nama kelompok. Akan jadi pemandangan biasa bahwa secara berkelompok, orang-orang bak hantu. Tapi dalam keadaannya sebagai individu, yang terpisah dari kelompoknya, ia mendadak jadi malaikat. 

Dapat disimpulkan bahwa solidaritas kelompok, secara ekstrim akan membuat seseorang berkepribadian ganda. Perilakunya dalam kelompok, akan berbeda saat ia tampil sebagai individu. Keberadaan dua sisi tersebut, akan terwujud pada pertentangan nilai perilaku pada pribadi seseorang. Kalau begitu, maka nyata bahwa kodrat manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, tidak disinergikan secara baik.

Akhirnya, setiap manusia harus kembali merefleksikan kehadirannya sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok sosial. Setiap orang harus berpatokan pada hati nurani dan pikirannya dalam berperilaku. Berbarengan dengan itu, upaya pembenahan budaya kelompok perlu dilakukan. Itu sangat mungkin dilakukan, sebab kelompok tidak lain adalah bentukan individu. Maka, sisa konsistensi anggota kelompok untuk berubah dan bertahan pada nuraninya masing-masing. Secara tidak langsung, seiring waktu, “jiwa” kelompok pun akan berubah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar