Kompleksnya
kebutuhan manusia kekinian, mendorong maraknya pembentukan kelompok manusia. Bentuknya
bermacam-macam, misalnya organisasi atau
komunitas, baik formal maupun informal. Pembentukan kelompok itu ditujukan
untuk menghimpun orang-orang yang punya kepentingan yang sama. Tujuannya adalah
menciptakan gerakan sinergis menuju satu tujuan.
Di
dalam satu kelompok, orang-orang akan diikat dengan prinsip solidaritas.
Penanamannya dimulai pada tahap kaderisasi anggota, dan senantiasa dijaga untuk
waktu-waktu selanjutnya. Solidaritaslah yang nantinya memperkuat ikatan anggota
dalam upaya mencapai tujuan kelompok secara efektif dan efisien. Dengan begitu,
solidaritas menjadi penting bagi kelompok.
Terciptanya
kelompok yang sarat solidaritas, dapat terjadi di semua lini kehidupan. Misalnya
pada aspek sosial, budaya, ekonomi, dan keagamaan. Kenyataan itu tentu tak bisa
dihindari. Alasannya karena secara kodrati, manusia adalah makhluk sosial yang
senantiasa membutuhkan manusia yang lain.
Pada
sisi lain, ternyata solidaritas kelompok membawa pengaruh besar terhadap
konsistensi individual seseorang dalam bertindak. Solidaritas kelompok yang mencengkram
kuat, mengikis kemandirian seseorang. Ikatan kelompok telah mampu membuat anggotanya
menjadi tak bebas dalam memperjuangkan kata batinnya. Dipatok bahwa semua tingkah
laku, harus berdasarkan legitimasi kelompok.
Tidak
sekadar membuat seseorang mengabaikan dorongan individualnya, dalam bentuk yang
ekstrim, solidaritas kelompok bahkan dapat membuat seseorang berbuat di luar
kehendak pribadinya. Atas nama kebersamaan, seseorang tak menghiraukan lagi
apakah perilakunya baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani telah
terbunuh demi kepatuhan pada kelompok. Orang-orang jadi lupa kalau kelompok
adalah bentukan individu. Kelompok tak berjiwa tunggal.
Anggapan
bahwa tanggung jawab tindakan atas nama kelompok, harus diemban secara
bersama-sama, menambah kekolotan seseorang untuk membunuh nuraninya. Dianggap solidaritas
lebih penting dari segalanya. Intinya, anggota kelompok menganggap bahwa
kebersamaan dalam keburukan lebih baik daripada sendiri dalam kebaikan.
Kalau
benar, di masa kini, banyak orang yang telah menumbalkan hati nuraninya pada
sebuah kelompok, maka tak heran jika terjadi banyak tindakan beringas yang
dilakukan atas nama kelompok. Akan jadi pemandangan biasa bahwa secara
berkelompok, orang-orang bak hantu. Tapi dalam keadaannya sebagai individu,
yang terpisah dari kelompoknya, ia mendadak jadi malaikat.
Dapat
disimpulkan bahwa solidaritas kelompok, secara ekstrim akan membuat seseorang
berkepribadian ganda. Perilakunya dalam kelompok, akan berbeda saat ia tampil
sebagai individu. Keberadaan dua sisi tersebut, akan terwujud pada pertentangan
nilai perilaku pada pribadi seseorang. Kalau begitu, maka nyata bahwa kodrat manusia sebagai
makhluk individual dan makhluk sosial, tidak disinergikan secara baik.
Akhirnya,
setiap manusia harus kembali merefleksikan kehadirannya sebagai individu maupun
sebagai anggota kelompok sosial. Setiap orang harus berpatokan pada hati nurani
dan pikirannya dalam berperilaku. Berbarengan dengan itu, upaya pembenahan
budaya kelompok perlu dilakukan. Itu sangat mungkin dilakukan, sebab kelompok
tidak lain adalah bentukan individu. Maka, sisa konsistensi anggota kelompok
untuk berubah dan bertahan pada nuraninya masing-masing. Secara tidak langsung,
seiring waktu, “jiwa” kelompok pun akan berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar