Sabtu, 13 Maret 2021

Lelaki Pengantar Kado

Rusdik merasa bingung. Ia masih berada di luar kota untuk urusan pekerjaan, sedangkan hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya. Ia mesti berupaya untuk memberikan tanda perayaan kepada sang istri, sebagaimana yang selalu didambakan oleh perempuan itu.

Sejujurnya, di usia ke-4 tahun pernikahan, Rusdik tidak antusias lagi untuk melakukan peringatan. Ia merasa sudah cukup jika saling berbagi kabar dan perhatian setiap waktu. Tetapi ia tetap saja takut kalau sang istri merajuk dan menuding kalau ia telah kehilangan rasa cinta.

Karena itulah, di sebuah hotel, di tempat yang jauh, ia terus memikirkan cara terbaik untuk memberikan kejutan kepada sang istri di rumah. Meski raganya alpa, ia bertekad untuk menghadirkan persembahan berkesan di hadapan kekasihnya itu, sebelum hari berganti.

Hingga akhirnya, malam ini, ia pun menetapkan untuk menjalankan rencananya dengan bantuan Husni, seorang rekannya di kantor, teman baiknya selama kuliah.

“Jadi, tolong kau belikan satu setel pakaian pesta untuknya. Cari yang warna pokoknya hijau, karena ia suka warna begitu,” petunjuk Rusdik kemudian, melalui sambungan telepon.

“Bagamana detail setelannya? Aku takut kalau setelan yang aku pilih tidak sesuai dengan yang kau maksud,” tanggap Husni.

“Soal bagaimana tepatnya, kau sajalah yang tentukan. Kau rasa-rasa sendirilah, sebagaimana ketika kau membelikan hadiah pakaian untuk wanita pujaan hatimu,” balas Rusdik.

“Baiklah kalau begitu,” pasrah Husni. “Lalu, apa yang harus aku lakukan dengan setelan pakaian itu?”

“Ya, seperti biasanya. Kau kemaslah pakaian itu dengan kotak dan bungkusan yang menarik. Nah, setelah itu, kau letakkan saja di depan rumah kami. Tetapi jangan sampai ketahuan olehnya,” terang Rusdik. “Untuk selanjutnya, biar menjadi urusanku.”

Husni pun mendengkus. “Baiklah. Akan aku lakukan.”

Setelah percakapan itu, Husni kemudian bergegas ke toko pakaian yang telah disarankan oleh Rusdik. Untuk beberapa lama, ia pun melihat-lihat pajangan setelan pakaian pesta yang berwarna hijau. Setelah menimbang-nimbang, sembari mengingat-ingat motif pakaian yang sering dikenakan istri sahabatnya itu selama kuliah, ia pun menetapkan pilihannya.

Beberapa waktu kemudian, setelah mengemas pakaian itu dalam kotak kado yang terlihat cantik, Husni lantas berangkat ke rumah sepasang sahabat baiknya itu. Setelah sampai, ia lantas berjalan mengendap-endap ke depan pintu dengan mengenakan jaket dan topi di tengah hujan rintik-rintik, juga mengenakan masker di tengah pandemi yang masih mengganas.

Tetapi kemudian, aksinya tidak berjalan sesuai rencana yang telah digariskan. Ketika hendak meletakkan kado di teras, tiba-tiba, Lira, istri sahabat baiknya itu, yang juga merupakan perempuan teman dekatnya selama di kampus, akhirnya membuka pintu dan menjumpainya.

“Bapak!” seru Lira, dengan senyum senang di wajahnya, kemudian memeluk Husni atas terkaannya yang keliru, tanpa memedulikan situasi pandemi.

Husni mematung saja, tanpa daya berkata-kata.

Lira kemudian mengurai pelukannya. “Aku tahu, Bapak tidak akan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kita,” kata Lira lagi, dengan raut bahagia.

Husni mengangguk-angguk saja dengan memperturut kesenangan hatinya, lantas menyodorkan kado di tangannya.

Lira lalu menyambut pemberian itu. “Wah, terima kasih, Pak. Ini pasti kado yang menyenangkan.”

“Tentu,” balas Husni, pendek, dengan nada suara yang ia buat-buat serupa dengan suara Rusdik.

“Ayo, cepat, masuk, Pak. Di sini dingin,” ajak Lira.

Seolah tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, Husni pun turut saja, dengan masih mengenakan topi dan maskernya.

Dengan rasa penasaran, Lira pun menyibak kotak kado itu, kemudian menguak isinya dengan wajah semringah. “Ah, aku suka!”

Husni hanya terdiam, sembari menonton tingkah mantan pujaan hatinya di masa-masa kuliah itu.

Lira kemudian mengganti pakaiannya dengan pakaian baru tersebut.

Husni sontak terpaku menatap keadaan di depannya, seperti tengah memandang keajaiban surga. Ponselnya bergetar, tetapi ia tak memedulikannya.

“Setelan ini sangat cocok dengan aku, kan, Pak?” tanya Lira, meminta persetujuan.

Husni mengangguk keras. “Tentu,” tanggapnya, tetap dengan suara tiruan.

Tetapi kemudian, ponsel Lira berdering. Dengan wajah kesenangan yang masih merona, ia lantas mengecek ponselnya. Sampai akhirnya, ia terkejut setengah mati, sebab di layar, Rusdik, nama suaminya, tampak sedang memanggil.

Husni yang masih terpana, tampak tidak peduli.

Lira kemudian menjawab panggilan suaminya itu.

“Halo, Sayang, apa kau sudah menerima kado dariku?” tanya Rusdik di ujung telepon.

Sontak, Lira pun menjerit ketakutan. Ponselnya lantas jatuh keras ke lantai.

Seketika, Husni jadi kalang kabut.

Di tempat yang jauh, Rusdik pun menjadi khawatir dan bertanya-tanya.

“Siapa kau?” sergah Lira, dengan langkah mundur.

Tanpa menjawab, Husni pun pergi dengan setengah berlari.

Sesaat kemudian, setelah panggilannya kepada sang istri tidak tersambung lagi, Rusdik pun kembali menghubungi Husni.

Pikiran Husni lantas bekerja cepat dan berhasil meramu alasan jitu. Ia lalu menghentikan langkahnya, kemudian menjawab panggilan tersebut. “Ya, kenapa?”

“Apa kau sudah melaksanakan semuanya sesuai dengan petunjukku?” selidik Rusdik.

Husni kemudian mendengkus, lalu menuturkan kilahannya dengan nada menyesal. “Maaf, aku punya urusan keluarga yang mendadak setelah mengemas kado itu. Ya, akhirnya aku meminta tolong kepada seorang kawanku untuk menempakan barang itu di depan rumahmu.”

Rusdik pun mengaduh. “Apa kau percaya dengan temanmu itu? Apa dia orang yang baik-baik?”

Seolah tak tahu apa yang telah terjadi, Husni pun balik bertanya. “Memangnya kenapa?”

“Tadi, aku menelepon istriku, dan aku mendengar kalau ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi padanya. Aku kira, itu ada sangkut pautnya dengan temanmu itu. Jadi, aku mohon, pergilah ke rumahku sekarang, dan pastikan kalau istriku baik-baik saja,” pinta Rusdik.

Tanpa perasaan khawatir dan penasaran, Husni kemudian mengiyakan permohonan sahabatnya itu. “Baiklah. Aku segera ke sana.”

Sambungan telepon pun terputus.

Dan akhirnya, Husni melipat jejaknya untuk kembali menemui Lira dengan maksud hati yang terselubung, sebelum kemudian menyampaikan kabar baik tentang perempuan itu kepada sang suami.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar