Sabtu, 13 Maret 2021

Bon

Santi, perempuan berusia lanjut, pemilik warung mi sekaligus toko kecil di dekat sebuah lingkungan SMA, menjadi semakin risau. Tahun ajaran akan berakhir, tetapi tiga nama di daftar catatannya, belum juga melunasi utang mereka. Ketiganya adalah Hasman, Guri, dan Toming. Ketiganya sama-sama berutang atas dua bungkus rokok.

Sejak dua tahun lalu, Santi memang menerapkan kebijakan baru untuk melariskan dagangannya. Ia menerima bon dengan syarat bahwa total utang tidak melebihi Rp. 50.000. Selain itu, para pengutang harus melunasi tunggakannya sebelum tahun ajaran berakhir untuk menghindari kalau-kalau ada siswa yang lulus sekolah dan tidak lagi membayar utangnya.

Namun untuk kasus bon kali ini, Santi benar-benar kelimpungan. Pasalnya, ia hanya mengenal Hasman, yang kemarin telah berjanji akan melunasi utangnya hari ini. Ia tak tahu tentang sosok Guri dan Toming. Ia pernah bertanya kepada beberapa siswa perihal kedua nama tersebut, tetapi semuanya mengaku tidak tahu.

Untuk menjawab kerisauannya, hari ini, Santi pun memanggil kedua anaknya, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah berkeluarga, yang biasa mengantikannya menjaga warung. Ia sangat ingin memperjelas kedua sosok pengutang itu dan melakukan penagihan tegas. Ia yakin bahwa mereka mengambil bon ketika anaknya yang sedang berjaga.

Akhirnya, di pagi ini, di warung, Santi dan kedua anaknya membicarakan rupa kedua penunggak itu. Mereka berbagi pengetahuan tentang tanda-tanda keduanya. Meski bacaan mereka masih samar-samar, tetapi berdasarkan keterangan anaknya yang memang menerima dan mencatat bon masing-masing pengutang, mereka telah menandai ciri-ciri umumnya.

Beberapa waktu kemudian, lonceng sekolah pun berbunyi. Jam istirahat pelajaran telah dimulai. Kedua anak Santi kemudian memantau-mantau wajah sejumlah siswa yang berlalu-lalang di kompleks warung tersebut. Mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi, agar kedua pengutang itu tidak mengetahui keberadaan mereka, dan terperangkap.

Sampai akhirnya, di tengah jam istirahat, Santi yang berjaga-jaga di teras depan, merasa bahwa keresahannya akan sedikit berkurang. Pasalnya, ia melihat Hasman yang mengenakan topi andalannya, semakin mendekat. Ia yakin kalau siswa perokok yang pernah tinggal kelas itu, hendak melunasi utangnya, sebagaimana janjinya kemarin.

Dengan sikap santai, Hasman kemudian memasuki warung dan menyatakan maksudnya, “Aku mau melunasi utang, Bu. Semuanya! Tunai!” katanya, dengan lagak orang berduit, kemudian menyerahkan uang yang pas untuk utangnya atas dua bungkus rokok. “Aman, kan, Bu?”

Santi pun tersenyum dan mengangguk senang. “Ah. Syukurlah, kau tidak seperti dua orang temanmu, si Guri dan Toming, yang masih belum muncul dan membayar utangnya.”

Hasman pun tertawa. “Ya, utang ya utang, Bu. Harus dibayar,” katanya, kemudian terdiam-terkejut setelah melihat kedua anak pemilik warung itu, tampak berada di sampinya.

Kedua anak Santi pun memandang Hasman dengan tatapan yang tajam dan raut yang penuh kekesalan.

Seketika, Hasman, mengambil langkah mundur untuk keluar dari warung dan melarikan diri.

Tetapi lekas, Anak sulung Santi, yang laki-laki, segera menyergap Hasman dan mencengkeram kerah bajunya. “Ini yang namanya, Guri, Bu,” terangnya.

Santi terkejut.

Anak perempuan Santi pun terheran. “Dia juga yang namanya Toming, Bu.”

Santi semakin tak habis pikir. “Jadi, Guri dan Toming itu, kau juga?” tanyanya, kepada Hasman.

Dengan sikap malu-malu, Hasman pun mengangguk pasrah. “Iya, Bu. Maaf.”

Siswa-siswi yang berada di dalam warung, serentak bersorak menghujat.

Raut Santi yang sebelumnya senang atas kedatangan Hasman, akhirnya berubah jadi penuh amarah. “Pokoknya, aku tidak mau tahu. Hari ini, kau harus melunasi utang-utangmu. Kalau tidak, aku akan melaporkanmu ke pihak sekolah, ke orang tuamu, atau ke polisi.”

Hasman pun mengangguk takut dengan tubuh meringkuk. “Baik, Bu. Aku akan melunasinya sebelum pulang sekolah. Aku janji.”

Anak laki-laki Santi kemudian melepaskan cengkeramannya.

Dengan sikap lemas, Hasman lalu keluar dari warung. Seiring langkahnya, ia pun memikir-mikirkan cara untuk melunasi utang-utangnya yang tidak sedikit untuk ukuran anak sekolah yang masih bergantung pada orang tua. Apalagi, ia jelas tak ingin kalau orang tuanya tahu bahwa selama ini ia membelanjakan uangnya untuk membeli rokok.

Sampai akhirnya, di puncak kebingungan, ia memutuskan untuk mengambil langkah praktis yang sekadar mengalihkan masalah. Ia beranjak pada dua warung yang juga menerapkan kebijakan bon, kemudian mengutang dengan masing-masing dua bungkus rokok. Ia lalu menjual empat bungkus rokok itu pada teman-temannya dengan penuh permohonan, lantas menggunakan hasilnya untuk melunasi utangnya pada Santi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar