Jumat, 15 Mei 2020

Dendam Cita-Cita

Setiap orang sampai di zaman sekarang setelah melalui proses waktu yang panjang. Perjalanan menuju masa depan, selalu berangkat dari masa lalu. Keadaan masa kini hanyalah ujung dari dinamika kehidupan di masa silam. Keadaan hidup saat ini hanyalah hasil dari pergulatan-pergulatan dalam mewujudkan harapan-harapan sepanjang waktu sebelumnya.
 
Pada awal kehidupan, di masa kanak-kanak, setiap orang belumlah memiliki harapan tentang masa depan. Mereka belum memiliki gambaran tentang akan menjadi apa, sebab mereka belum memahami kenyataan hidup yang penuh dengan tantangan. Mereka belum memiliki cita-cita, sebab mereka belum memegang tanggung jawab terhadap kehidupan mereka sendiri.

Namun seiring berjalannya waktu, ketika mulai mendewasa, lingkungan hidup akan membentuk cita-cita setiap orang secara perlahan. Mereka mulai menyadari tentang kehidupan yang keras, dan mereka mulai belajar untuk menjadi seorang petarung. Mereka mulai menyadari tentang persaingan hidup, dan mereka mulai belajar untuk menjadi seorang pemenang.

Di sepanjang waktu pendewasaan, setiap orang niscaya mengalami serangkaian kekalahan, sedang orang lain berhasil menggapai kemenangan. Lantas mereka yang mempertanyakan takdir akan larut ke dalam perbandingan-perbandingan hidup yang membuat mereka iri hati. Lalu perlahan-lahan, mereka akan menumpuk dendam dan menuntut balas atas takdir mereka di masa mendatang. 

Dendam masa lalu, akhirnya menjadi bahan bakar bagi mereka untuk menuju ke masa depan. Mereka ingin segera membalikkan keadaan. Mereka sudah tak ingin lagi memperpanjang masa menjadi pencundang. Karena itu, mereka mencanangkan serangkaian harapan yang berusaha mereka wujudkan, entah bagaimana pun caranya.

Secara tidak sadar, kehidupan masa lalu telah membentuk cita-cita mereka. Pencapaian yang mereka inginkan di masa depan, hanyalah untuk membalas ketertinggalan mereka di masa lalu. Mereka ingin sekolah tinggi-tinggi karena mereka berasal dari masa lalu yang tidak berpendidikan; mereka ingin kaya karena mereka berasal dari masa lalu yang tidak mampu; dan seterusnya.

Cita-cita sebagai dendam kesumat terhadap masa lalu semata, akhirnya melenyapkan kesabaran mereka untuk segera memenangkan masa depan dan mengambil seluruhnya. Mereka kehilangan kebijaksanaan untuk mendamaikan keadaan. Mereka begitu bernafsu untuk membalas di luar batas kewajaran, sebagaimana dendam yang memang selalu menuntut balas yang lebih pedih.

Akhirnya, terjadilah. Karena dahulu mereka miskin, mereka tak ingin sekadar berkecukupan, mereka ingin kaya raya, meski harus korupsi. Karena dahulu mereka terhina, mereka tak ingin sekadar dihargai, mereka ingin berkuasa total, meski harus berkolusi. Karena dahulu mereka dicampakkan, mereka tak ingin sekadar diperhatikan, mereka ingin atensi penuh, meski harus berselingkuh. Dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar