Sebagai
makhluk sosial, orang-orang akan diperhadapkan pada satu persoalan bersama.
Mereka akan memiliki sebuah kepentingan yang saling terkait, sehingga perlu
menyelesaikannya secara bersama-sama. Hingga akhirnya, pikiran-pikiran mereka menghasilkan
usulan-usulan pendapat terkait jalan keluar beserta pertimbangannya
masing-masing.
Demi
kebersamaan, hanya akan ada satu usulan pendapat atau satu kombinasi pendapat yang
diterapkan untuk mengatasi permasalahan bersama. Sisa usulan yang lain kemudian
akan diabaikan karena dianggap tidak lebih baik dari yang satu itu. Satu atau
kesatuan pengusul pun dianggap sebagai
pemenang usulan, dan banyak pengusul yang lain harus berkompromi.
Namun
pengusul-pengusul yang berpikiran sempit dan tidak demokratis, tetap akan kukuh
bahwa pendapat merekalah yang terbaik dan mesti diterima. Lalu dengan
prasangka-prasangka buruk, mereka mulai menuding bahwa pemenang usulan
memenyembunyikan niat busuknya, sebab mereka merasa diri sebagai orang yang
paling berniat baik untuk kebaikan bersama.
Tetapi
mereka yang bersikap bijak, akan ikhlas menerima kekalahan tanpa berprasangka
buruk pada isi hati pemenang usulan yang jelas tidak mereka ketahui. Bagi
mereka, usulan yang dianggap terbaik melalui proses permusyawaratan, mesti
diterima dan dipatuhi demi keharmonisan bersama, tanpa perlu memusingkan soal
masalah baik-buruknya niat pemenang usulan.
Pada
yang bersikap bijak, mereka selalu beranggapan bahwa ketidakmampuan mereka
untuk berakhir pada satu pendapat yang sama, bukan berarti bahwa mereka berbeda
pada soal niat untuk menggapai kebaikan bersama. Mereka menganggap bahwa
perbedaan pendapat itu terjadi hanya kerena mereka menggunakan bahan dan cara
berpikir yang berbeda.
Memisahkan
urusan pikiran dari tendensi negatif perasaan, akhirnya menjadi hal yang
penting dalam usaha mencari jalan keluar bagi kepentingan bersama. Upaya
memikirkan dan memilih usulan pendapat yang terbaik, mesti didasarkan pada rasionalitas
yang bertumpu pada logika, bukan pada emosi subjektif yang tidak memiliki
ukuran yang pasti.
Di
tengah keniscayaan perbedaan pendapat, kesediaan untuk menerima pendapat orang
lain, adalah sikap utama yang dibutuhkan untuk menemukan solusi bagi permasalahan
bersama. Kesediaan untuk menerima bahwa semua orang pasti memiliki pendapat
yang berbeda tentang jalan keluar terbaik, namun itu hanya soal perbedaan cara,
bukan perbedaan tujuan.
Sepakat
atau tidak, demi kebaikan bersama, setiap orang memang harus bersedia untuk
melintasi satu jalan keluar yang telah ditetapkan untuk ditempuh bersama. Biarkanlah
waktu menampakkan ke mana jalan itu akan berujung. Biarkanlah sejarah yang
menghukumi. Yang pasti, baik-buruknya akhir pilihan jalan itu, akan menjadi
pelajaran menuju kepada jalan yang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar