Jumat, 15 Mei 2020

Merasakan Pikiran

Sebagai makhluk sosial, orang-orang akan diperhadapkan pada satu persoalan bersama. Mereka akan memiliki sebuah kepentingan yang saling terkait, sehingga perlu menyelesaikannya secara bersama-sama. Hingga akhirnya, pikiran-pikiran mereka menghasilkan usulan-usulan pendapat terkait jalan keluar beserta pertimbangannya masing-masing.
Demi kebersamaan, hanya akan ada satu usulan pendapat atau satu kombinasi pendapat yang diterapkan untuk mengatasi permasalahan bersama. Sisa usulan yang lain kemudian akan diabaikan karena dianggap tidak lebih baik dari yang satu itu. Satu atau kesatuan pengusul pun  dianggap sebagai pemenang usulan, dan banyak pengusul yang lain harus berkompromi.

Namun pengusul-pengusul yang berpikiran sempit dan tidak demokratis, tetap akan kukuh bahwa pendapat merekalah yang terbaik dan mesti diterima. Lalu dengan prasangka-prasangka buruk, mereka mulai menuding bahwa pemenang usulan memenyembunyikan niat busuknya, sebab mereka merasa diri sebagai orang yang paling berniat baik untuk kebaikan bersama.

Tetapi mereka yang bersikap bijak, akan ikhlas menerima kekalahan tanpa berprasangka buruk pada isi hati pemenang usulan yang jelas tidak mereka ketahui. Bagi mereka, usulan yang dianggap terbaik melalui proses permusyawaratan, mesti diterima dan dipatuhi demi keharmonisan bersama, tanpa perlu memusingkan soal masalah baik-buruknya niat pemenang usulan.

Pada yang bersikap bijak, mereka selalu beranggapan bahwa ketidakmampuan mereka untuk berakhir pada satu pendapat yang sama, bukan berarti bahwa mereka berbeda pada soal niat untuk menggapai kebaikan bersama. Mereka menganggap bahwa perbedaan pendapat itu terjadi hanya kerena mereka menggunakan bahan dan cara berpikir yang berbeda.

Memisahkan urusan pikiran dari tendensi negatif perasaan, akhirnya menjadi hal yang penting dalam usaha mencari jalan keluar bagi kepentingan bersama. Upaya memikirkan dan memilih usulan pendapat yang terbaik, mesti didasarkan pada rasionalitas yang bertumpu pada logika, bukan pada emosi subjektif yang tidak memiliki ukuran yang pasti.

Di tengah keniscayaan perbedaan pendapat, kesediaan untuk menerima pendapat orang lain, adalah sikap utama yang dibutuhkan untuk menemukan solusi bagi permasalahan bersama. Kesediaan untuk menerima bahwa semua orang pasti memiliki pendapat yang berbeda tentang jalan keluar terbaik, namun itu hanya soal perbedaan cara, bukan perbedaan tujuan.

Sepakat atau tidak, demi kebaikan bersama, setiap orang memang harus bersedia untuk melintasi satu jalan keluar yang telah ditetapkan untuk ditempuh bersama. Biarkanlah waktu menampakkan ke mana jalan itu akan berujung. Biarkanlah sejarah yang menghukumi. Yang pasti, baik-buruknya akhir pilihan jalan itu, akan menjadi pelajaran menuju kepada jalan yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar