Jumat, 15 Mei 2020

Uang Kerja

Perubahan keadaan mengubah sikap Karman. Setelah hampir dua bulan kehilangan pekerjaan karena kebijakan pemutusan hubungan kerja oleh pihak perusahaan, ia jadi sulit mengendalikan emosi. Ia jadi sangat temperemental. Tanpa sebab-sebab yang masuk akal, ia bisa saja bertindak di luar batas kewajaran, termasuk terhadap istrinya.
 
Di tengah hari-hari tanpa aktivitas yang berarti, Karman pun merasa bosan. Ia seolah-olah didera oleh semangat kerja yang tidak tersalurkan. Ia telah berulang kali melamar pekerjaan, tapi ujung-ujungnya tetap gagal. Hingga akhirnya, ia pasrah menerima kehidupannya yang tak berarti sebagai seorang pengangguran, dan ia tak bersemangat lagi untuk mencari kerja.

Hidup tanpa kerja, berarti hidup tanpa penghasilan. Kepastian itu mengacaukan pikiran dan perasaan Karman. Pasalnya, ia memiliki banyak tanggungan yang mesti ditanggulangi. Kebutuhan makan sehari-hari, pembayaran listrik dan air, juga cicilan motor dan rumah, adalah tumpukan beban sepanjang waktu yang mesti diselesaikan dengan uang.

Kebingungan di tengah kekalutan, akhirnya membuat Karman kehilangan harapan hidup. Ia ingin menghilang saja dari kenyataan. Ia ingin melupakan segalanya, Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk terjun kembali ke dalam dunia pelarian sementara waktu. Ia memutuskan untuk kembali menenggak minuman keras, seperti kebiasaannya dahulu.

Untuk menyegerakan niatnya, pada siang hari, Karman pun beranjak ke kota untuk membeli minuman keras bermerek. Ia berancana untuk menenggak minuman itu di kamarnya seorang diri. Bagaimana pun, di dalam hati kecilnya, ada juga perasaan malu jika ketahuan oleh orang-orang yang sudah yakin kalau ia telah berhenti menjadi seorang pemabuk.

Namun di tengah perjalanan, ketika hendak mengisi bahan bakar untuk sepeda motornya, Karman menyadari bahwa uang ongkos minuman kerasnya telah raib dari dalam saku jaket. Ia pun segera mengecek semua sakunya, juga mencari-cari di sepanjang jalan yang telah ia lalui, tapi tidak juga menemukan uang itu. Sampai akhirnya, ia harus meredam nafsu-emosinya, dan kembali pulang.

Sedang di sisi rumah, istri Karman, Rahmi, terkejut setelah menemukan uang sejumlah Rp. 400.000 di teras depan. Ia lantas menerka-nerka si pemilik uang, tetapi terkaannya tak bisa menyasar siapa-siapa selain suaminya sendiri yang telah beranjak tanpa memberikan keterangan apa-apa kepadanya. Apalagi, semenjak kemarin, tak ada seorang pun yang bertamu ke rumahnya. 

Setelah memikirkan nasib temuan itu selama beberapa saat, akhirnya, Rahmi memutuskan untuk menyembunyikannya dari pengetahuan sang suami. Ia ingin menggunakannya sendiri setelah beberapa hari sang suami tak lagi memberinya uang belanja. Apalagi, ia yakin, uang itu hanya akan ludes tanpa peruntukan berarti jika berada di tangan sang suami. 

Akhirnya, selain menggunakan uang itu untuk membeli kebutuhan sehari-hari, Rahmi pun berencana menggunakan sebagian lainnya untuk membantu sang suami terbebas dari kegalauan soal pekerjaan. Untuk itu, diam-diam, ia bergegas mencari-cari dokumen persyaratan-peryaratan kerja di tempat penyimpanan berkas sang suami, kemudian segera menggandakannya di tempat fotokopi.

Tak lama kemudian, Karman pun tiba. Tetapi ia memilih untuk tidak mempertanyakan dan membahas perosalan uang itu dengan sang istri. Ia tidak ingin mendapatkan tudingan dan pertanyaan macam-macam soal untuk apa uang itu di saat ia mulai pelit memberikan uang belanja. Karena itu, ia memasrahkan saja takdir uang itu di antara perasaan syukur setelah terhindar dari perbuatan dosa dan perasaan sial setelah gagal melampiaskan nafsu.

Hari demi hari berganti. Hubungan antara Karman dan Rahmi menjadi semakin dingin. Mereka berdua hanya saling mendiamkan. Karman seolah ingin berurusan dengan dirinya saja, sedang Rahmi tak ingin mencari gara-gara yang dapat memancing emosi sang suami.

Sampai akhirnya, tiga hari berselang, Karman pun mendapatkan sebuah panggilan telepon. 
 
Dari balik pintu kamar, Rahmi menguping percakapan sang suami. 

Karman melakoni pembicaraan telepon dengan sangat antusias dan penuh kesopanan.

Sampai akhirnya, diam-diam, Rahmi tahu bahwa panggilan itu mengabarkan kalau sang suami diterima sebagai pekerja di sebuah perusahaan. Rahmi pun bersyukur sebab aksi terselubungnya telah membuahkan hasil yang baik.

Sesaat kemudian, Karman menghampiri sang istri di dalam kamar.

Rahmi berdiri mematung memandang sang suami.

Karman lalu mendekat dan memeluk sang istri tanpa kata-kata, seolah-olah menyiratkan permintaan maaf dan ucapan terima kasih sekaligus.

Rahmi balas memeluk dengan perasaan senang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar