Jumat, 15 Mei 2020

Media Antisosial

Perkembangan teknologi komunikasi telah menciptakan dunia tanpa batas. Pertukaran informasi tak lagi tersekat ruang dan waktu. Batas-batas lokalitas telah pupus dan melebur ke dalam koneksi global. Melalui berbagai macam platfom media sosial, setiap orang bisa memperoleh kabar-kabar tentang kawasan dunia yang merentang jauh, kapan dan di mana saja.
 
Informasi yang berserakan di layar kaca, akhirnya menyesaki pikiran setiap orang. Raga mungkin terkurung dalam satu ruang, tetapi pandangan mengembara ke segenap penjuru. Hidup mungkin di lingkungan yang sederhana, tetapi pengetahuan kompleks tetap bisa diakses. Orang kampung mengetahui persoalan kota, orang desa mengetaui persoalan dunia, dan seterusnya.

Pengetahuan memang telah mengangkangi batas lingkungan hidup. Setiap orang larut mengamati persoalan orang lain yang jauh dari lingkup teritorialnya. Sampai perhatian mereka pun keluar dari masalah yang berada di sekitar keberadaannya. Hingga terjadilah, semisal, orang-orang di daerah terpencil bisa turut mempersoalkan permasalahan kota metropolitan di negara seberang.

Untuk menyatakan perhatian atas masalah-masalah yang terjadi di media sosial, entah terjadi di mana pun itu, setiap orang kemudian menerjunkan diri ke dalam perbincangan panas tak berkesudahan. Melalui bilik-bilik media sosial, mereka mengutarakan keresahan-keresahan atas sebuah masalah, meski masalah itu jauh dari sangkut-paut kehidupannya secara langsung.

Lambat laun, setelah pendapat-pendapatnya mendulang respons di media sosial, setiap orang pun mengokohkan esksistensinya di dunia maya. Mereka merasa diangap ada di dalam dunia maya, sehingga perlahan-lahan, mereka mulai merasa terasing dari dunia nyata. Sampai akhirnya, mereka menganggap kehidupan dunia maya lebih serius ketimbang kehidupan senyatanya. 

Setiap orang yang telah larut dalam dunia maya, dengan sungguh-sunguh, akan mencurahkan seluruh perhatiannya pada permasalahan kehidupan yang mereka jumpai di balik layar. Mereka merespons setiap persoalan itu dengan sepenuh emosi, seolah-olah perhatian mereka itu sangat penting dan memberikan dampak positif bagi kehidupan yang nyata.

Atas peralihan perhatian ke dalam dunia maya, pada akhirnya, orang-orang akan kehilangan sensibilitas sosial di dalam dunia yang senyatanya. Mereka mengabaikan keadaan sekitarnya, tetapi sangat memerhatikan keadaan yang jauh darinya. Sampai ketika, mereka merasa biasa saja terhadap kabar orang-orang terdekatnya, tetapi sangat emosional menanggapi kabar orang-orang yang entah siapa.

Akhirnya, melalui berbagai macam saluran media sosial, dunia maya telah memerangkap hati dan pikiran orang-orang dari kehidupan sosialnya. Segenap hiruk-pikuk kesemuan dunia maya, telah menyesatkan pemikiran dan perasaan mereka dari arti dan bakti kehidupan yang sederhana. Mereka merasa telah melakukan hal-hal yang sangat berarti, yang senyatanya tak berguna sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar