Jumat, 15 Mei 2020

Pelarian

Setiap orang berbeda sikap dalam menghadapi kegagalan. Beberapa orang akan kembali mencoba pada kesempatan yang lain, sedang sebagian yang lain memilih menyerah. Tetapi setelah akhir kemungkinan, ketika tidak ada lagi kesempatan untuk mencoba, mau tak mau, orang-orang yang kalah harus berbalik membunuh harapan mereka sendiri.
 
Namun meredam keinginan yang terlanjur memuncak, bukanlah persoalan yang mudah bagi setiap orang. Apalagi ketika mereka mengingat-ingat segala yang telah mereka korbankan dalam mengejar sesuatu yang berujung gagal itu. Keinginan mereka akan tetap terpatri di dalam hati, meski pikiran mereka menyadari ketidakmunkinan untuk mewujudkannnya.

Mereka yang tak mengikhlaskan kekalahan, akhirnya terpaksa saja mengalihkan arah tujuan kepada yang lain. Mereka beralih sambil tetap membawa keinginan yang menggantung dari masa lalu. Raga mereka mungkin sampai dan menetap pada satu tujuan baru yang berhasil mereka dapatkan, tetapi hati dan pikiran mereka tetap terikat pada satu yang gagal mereka dapatkan sebelumnya.

Di masa peralihan, mereka yang gagal menerima kegagalan di masa lalu, akan memaksa hati dan pikiran mereka untuk menerima sesuatu yang sedang mereka miliki. Dengan sepenuh usaha, mereka akan membentuk anggapan-anggapan bahwa sesuatu yang mereka miliki saat ini adalah sesuatu yang terbaik untuk mereka dan sepantasnya mereka hargai.

Demi mengokohkan perasaannya untuk beralih, mereka kemudian akan melakukan perbandingan-perbandingan tendensius untuk menemukan dan mengokohkan pembenaran-pemberanarannya. Tujuan mereka adalah menemukan kekurangan-kekurangan pada sesuatu yang gagal mereka dapatkan, dan menemukan kelebihan-kelebihan dari sesuatu yang berhasil mereka dapatkan.

Tanpa sadar, mereka akhirnya terjebak dalam ilusi yang menyesatkan. Mereka merasa telah berhasil melepaskan diri dari jeratan masa lalu dan mengikatkan diri pada sesuatu yang mereka miliki saat ini, tetapi sesungguhnya mereka hanya terperangkap di dalam ruang pelarian. Mereka hanya pura-pura membenci sesuatu yang tidak bisa mereka miliki, dan pura-pura mencintai sesuatu yang berhasil mereka miliki.

Mereka yang hidup dalam pelarian pun, hanya akan menjalani kehidupan yang penuh kehampaan. Mereka seumpama telah mati semenjak dan sepanjang mereka menggantungkan harapan mereka di masa lalu. Mereka berada di satu tempat, tapi perasaan dan pikiran mereka melayang ke tempat yang lain. Mereka merasa telah melakukan langkah maju ke masa depan, tapi sesungguhnya mereka tertarik jauh ke sisi belakang masa lalu. 

Akhirnya, sepanjang waktu bergulir, mereka yang hidup dalam pelarian tidak akan pernah merasakan kedamaian atas masa depan sebelum mereka berhasil merelakan masa lalu. Mereka tidak akan pernah lagi menjalani hidup yang sebenar-benarnya hidup sebelum mereka berhasil mengikhlaskan perihal yang gagal mereka miliki dan mencintai perihal yang tengah mereka miliki, sepenuh hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar