Semua
manusia sepakat bahwa tujuan hidup adalah memperoleh kebahagiaan. Banyak cara
pun ditempuh untuk meraihnya. Bahkan sampai memperebutkan sesuatu yang dinilai
mendatangkan kebahagiaan. Akhirnya, kebahagian terkesan dicari-cari, bukan
disadari. Banyak di antara manusia sibuk mencari kebahagian di luar dirinya. Padahal
kebahagiaan seseungguhnya ada dalam diri setiap manusia. Untuk bahagia, manusia
hanya perlu merasakannya.
Gemerlap
dunia sering kali menyesatkan dalam meraih kebahagiaan. Menipu untuk selalu
dikejar dan merangsang agar tak berkesudahan. Bak meminum air laut, semakin
diminum, semakin kehausan. Sampai di ujung upaya penumpukan kekayaan dunia, nyatanya
perasaan hampa tetap saja membelenggu jiwa. Itulah hasil dari kekhilafan
manusia untuk berdamai dengan dunia. Lalai menyadarkan dirinya untuk senantiasa
bersyukur, sehingga merasakan kebahagiaan.
Paling
parahnya, ketika manusia saling sikut-menyikut dalam mencari kebahagiaan. Demi
menumpuk sebanyak mungkin kekayaan dunia, manusia saling tak mengasihi, bahkan
tega saling membunuh. Manusia jadi serupa binatang buas. Memangsa sesamanya demi
memuaskan hasrat duniawi yang tak akan pernah terpuaskan.
Karena
dibutakan dunia dalam mencari kebahagiaan, manusia jadi sering memandang ke
atas, lupa bersyukur. Iri hati kepada orang-orang yang mengunggulinya dalam
persoalan kepemilikan harta duniawi. Nafsu pun mendentum gederang perlombaan untuk
bersaing dalam mendapatkan predikat “ter” di dunia. Manusia menjadi kalap.
Mengira bahwa kekayaan berjalan lurus dengan kebahagiaan. Menduga materi dunia
adalah tujuan hidup. Padahal tidak. Dunia hanyalah sarana untuk memperoleh
kebahagiaan.
Tidak
mengherankanlah jika selama ini, masih ada manusia yang suka berlomba-lomba
mengumpulkan harta benda demi membeli kebahagiaan. Tapi bahagia tak kunjung ia
peroleh. Pernak-pernik dunia malah membuatnya semakin sibuk. Terus saja mencari,
tanpa ada tujuan pasti. Menjadi makluk serakah yang tak ada puasnya. Bukannya
saling menasihati untuk bersyukur, ataukah membantu sesama yang tak lebih beruntung darinya.
Selain
itu, kadang juga dijumpai kejadian, seseorang memprihatinkan kebahagiaan orang
yang tak berpunya secara materi. Mereka merasa kasihan. Menjadi resah dan berang
kepada orang kaya raya yang tak juga terketuk hatinya untuk menyantuni mereka
yang fakir. Orang tersebut menganggap kebahagiaan hanya dimiliki orang kaya,
sedangkan yang miskin tak kebagian. Padahal belum tentu. Bisa jadi orang tak
mampu lebih bahagia daripada orang kaya karena lebih pandai bersyukur. Sekali
lagi, kebahagiaan bukan perihal materi, tapi kejiwaan.
Memahami
bahwa kebahagiaan adalah persoalan jiwa, bukan berarti manusia harus pasrah dan
tak memerhatikan kebutuhan fisik-materialnya. Bagaimana pun juga, perilaku
manusia sangat dipengaruhi faktor lingkungan, terutama terpenuhi tidaknya
kebutuhan dasar. Seperti benar sebuah pepatah bahwa logika dipengaruhi
logistik.
Seiring
kesenjangan sosial yang semakin lebar, tak dimungkiri akan muncul
ketidakseimbangan sosial yang memicu sikap iri dan dengki. Apalagi jika di sisi
lain, orang yang berkecukupan bersikap kikir. Bagi jiwa-jiwa tak beruntung
secara meteri, yang kebutuhan primernya saja tak terpenuhi, pastilah menganggap
keadaan itu sebagai ketidakadilan. Mereka pun menuntut kesejahteraan yang
merata. Sampai pada tindakan yang tak diinginkan, yaitu terjadi tindak kriminal
serupa pencurian di mana-mana.
Memenuhi
kebutuhan duniawi merupa hasrat manusia pada normalnya. Manusia pun ditunut
untuk mencari rezeki secara baik dan benar. Tak hanya berpangku tangan. Tak
sekadar mengutuk nasib dan menunggu rezeki turun dari langit. Apalagi kefakiran
dikatankan cenderung berujung pada kekafiran. Tidak terpenuhinyake butuhan
dasar, serta kesenjangan ekonomi, akan membuat pikiran dan perasaan manusia jauh
dari kebaikan dan sulit menyadari kebahagiaan. Tapi bukan berarti juga bahwa kebahagiaan
harus dengan terpenuhinya semua keinginan yang berlandaskan nafsu. Untuk
itulah, manusia perlu bersyukur.
Perlu
diingat bahwa harta benda hanyalah sarana untuk memperoleh kebahagiaan atau berbagi
kebahagiaan dengan orang lain. Jika kebahagiaan bisa diperoleh tanpa perlu
menghiraukan gemerlap dunia, maka betapa mudahnya bahagia. Bersyukurlah untuk
berbahagia sepanjang waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar