Aku
mulai mengagumimu di awal waktu pertemuan. Kala itu, di tahun pertama kita
menginjakan kaki di kampus, perhatianku seketika tertuju padamu. Aku sering
menatapmu, dan kau balas menatapku. Dengan cara itu, kau, si gadis pemalu dan penyendiri,
seakan berhasil mengajakku mengobrol melalui batin. Dan seiring bergantinya
hari, aku merasa semakin mengenalmu, meski dengan cara rahasia.
Berbekal
namamu, kumulailah penelusuran sepihak. Sebuah perkenalan satu arah. Aku
mengetik namamu di kolom pencarian internet, lalu mulai menjajaki tentangmu
di semua lini media sosial, di dunia maya. Segenap beranda akun media sosialmu,
kutilik di sepanjang waktu. Kutafsir-tafsir unggahanmu satu per satu, sekadar untuk
mencari alasan menumbuhkan ataupun membunuh harapanku.
Akhirnya
kujumpai juga sebuah blog, tempatmu sering mencurahkan kisah-kisah hidup,
seperti yang juga kulakukan. Semenjak itu, aku semakin menyukaimu karena satu
alasan yang membuat kita sama: kau suka menulis. Dan sebagai pengagum rahasia, apa
yang kau tuliskan, bak makanan favoritku setiap hari. Setiap waktu, tanpa kau
tahu, aku akan mencari informasi terbaru tentang dirimu, tanpa rasa bosan.
Di
antara unggahan di blog pribadimu yang jumlahnya mencapai ratusan, kutahu, kebanyakan
berkisah tentang kesukaan dan aktivitas keseharianmu. Aku tak menjumpai kau
menulis untuk seseorang yang spesial. Tapi belakangan ini, kau tampak gemar
menulis tentang perasaanmu yang berbunga-bunga. Kau menulis tentang rasa
kekagumanmu yang entah kau tujukan untuk siapa.
Untuk R
Jika
aku bisa mengulang waktu, aku tak perlu pulang di hari pertama aku lahir di bumi.
Aku hanya butuh kembali di berapa tahun belakangan, di hari pertama kau merasa
jatuh cinta pada seorang wanita. Di hari itu, aku ingin jadi wanita pertama
yang kau tatap, hingga akulah cinta pertamamu.
Begitulah
sepenggal curahan hatimu yang belum terlalu lama kau unggah.
Atas
unggahanmu itu, untuk beberapa waktu, aku merasa pantas menerka-nerka jika yang
kau maksud R adalah inisial namaku. Kalau pun bukan, kuharap tokoh itu, fiktif
belaka.
Dan
seiring waktu, kau semakin sering menulis tentang sosok berinisil R. Padahal
kita jarang saling mengindrai untuk berbagi kesan. Kalau begitu, tentu sulit jika ada hal dariku yang bisa kau jadikan bahan cerita. Dan benar saja, setelah kuamati baik-baik setiap unggahanmu sedari dulu, aku mulai menyadari, bahwa aku
hanya merasa-rasa saja menjadi tokoh ceritamu. Aku terlalu percaya diri, sampai
lupa bahwa untuk mengobrol secara langsung denganmu saja, tak pernah kulakoni.
Menyaksikan
bahwa aku bukanlah siapa-siapa dalam ceritamu, benar-benar menyakitkan. Begitu menyakitkan karena di waktu-waktu yang panjang, aku hanya akan jadi saksi atas
luka-lukamu yang tak mungkin bisa kuhapus. Maka demi membalas luka-lukaku atas
luka-lukamu, kulakukan juga kesadisan seperti yang kau lakukan. Kutulislah kisah
tetang tokoh A dalam unggahan-unggahanku, sesuai dengan inisial namamu.
Sambil
berandai-andai bahwa kau akan membaca kisah-kisah dalam blog pribadiku,
kutulislah kisah tentang kita. Bahkan aku sengaja mencuri kata-kata dari blog pribadimu:
Untuk R:
Kukira, aku mengenalmu di waktu yang tepat. Kukira, akulah yang akan mengawali kisah-kisah dalam kenanganmu. Tapi tidak. Semua sudah terlambat. Kau telah terperangkap di masa lalumu, sedangkan aku tak mungkin mengulang waktu.
Untuk A:
Jika
aku bisa mengulang waktu, aku tak perlu pulang di hari pertama aku lahir di bumi.
Aku hanya butuh kembali di berapa tahun belakangan, di hari pertama kau merasa
jatuh cinta pada seorang lelaki. Di hari itu, aku ingin jadi lelaki pertama
yang kau tatap, hingga akulah cinta pertamamu.
Tak
lama setelah tulisan itu kumuat di blog pribadiku, sebuah komentar dari seorang
pembaca dengan nama inisial A pun, terpampang di sana: Kita memang telah mendua. Kita
telah mendua dalam imajinasi kita. Tapi bisakah dalam dunia nyata, kita memulai
semua dari awal?
Aku berharap, komentar itu darimu.
Dan
tak lama setelah itu, seorang pengunjung, yang juga menggunakan akun dengan nama inisial A, turut berkomentar: Cukuplah tentang masa lalu. Sekali-kali,
tulislah tentang masa depan kita.
Aku
tak tahu dia siapa.
Dan
tanpa sadar, aku telah mempermainkan perasaan kalian di dunia maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar