Pada
dasarnya, dunia tak pernah menipu. Dunia hanyalah panggung untuk lakon-lakon
kehidupan manusia. Dunia penuh dengan kejujuran. Segala sesuatu ditampakkannya
secara lugas. Setiap orang bebas untuk memilih jalan hidupnya di dunia, lalu
memaknainya sendiri. Oleh karena itu,
yang dikatakan tipuan dunia selama ini, hanyalah wujud dari tindakan tipu-menipu
antarindividu manusia.
Serangkaian
muslihat di atas, berakar dari tindakan menipu diri sendiri. Penipuan terhadap
diri sendiri, kerap kali terjadi. Tujuannya tidak lain untuk menipu dunia luar,
demi memperoleh kenikmatan semu. Terjadi kelupaan bahwa kejujuran atas diri
sendiri, harus diwujudkan sebelum jujur kepada orang lain. Akhirnya terciptalah
keadaan saat orang-orang menjadi suka menipu dirinya sendiri, demi mendapatkan
penghargaan orang lain.
Keadaan
lupa diri, sering kali menjadi sangat pelik, sebab tindakan penipuan diri tidak
lagi dianggap sebagai sebuah masalah. Tindakan seperti kebiasaan pamer,
misalnya. Jelas itu adalah penipuan terhadap diri sendiri. Namun kadang tidak
disadari saja. Apalagi saat tindakan pamer mendulang banyak pujian, maka jalan
menuju penyadaran jiwa, akan semakin sempit.
Satu-satunya
titik balik yang akan memberikan penyadaran kepada seseorang yang terlena
menipu dirinya sendiri, hanyalah kala tujuan semunya tidak tercapai. Kala
seseorang memamerkan kebolehannya demi pujian, namun tidak berhasil menggapai
pujian yang diharapkan, maka refleksi pribadi akan dilakukannya, jika memang
masih ada keinginan untuk kembali ke alam kejujuran dan kedamaian dunia.
Lambat-laun, akan timbul kesadaran bahwa mengharapkan dunia luar dan melupakan
diri sendiri, adalah pola pikir yang menyesatkan, berakhir tak bermakna, hampa.
Hampanya
jiwa atas sikap yang mendahulukan pujian, adalah imbas dari intrik penipuan
yang sebenarnya tak berhasil menipu dunia, tapi malah menipu diri si tukang
pamer sendiri. Pujian-pujian dari orang lain, pada kenyataannya, tidak
selamanya sejalan dengan tindakan tipuan. Sering kali, pujian dilontarkan
seseorang hanya untuk menjaga perasaan si pengharap pujian. Sekadar
berbasa-basi. Tidak lebih dari itu.
Penipuan
terhadap diri sendiri, bisa juga menimbulkan kehampaan berlipat ganda. Itu
terjadi jika bukan hanya diri sendiri yang ditipu, tetapi juga kenyataan. Wujudnya
adalah tindakan mengaku-ngaku. Untuk mendapatkan pujian, seseorang kadang tidak
menghargai proses, tetapi terpaku pada hasil akhir yang layak untuk dipamerkan.
Demi mendulang pujian yang berlimpah, si tukang pamer sering kali tak acuh
terhadap pahit dan manisnya sebuah pengalaman. Jika begitu, semakin hampalah
jiwa. Tak bermakna sama sekali.
Tentu
tak juga orang mendambakan kehampaan hidup. Pada dasarnya, setiap orang
menginginkan kehidupan yang penuh makna. Makna adalah sebab kesyukuran dan
kesabaran, serta nilai yang memberi arti pada hidup. Yang terjadi, sering kali,
hanyalah ketidakmampuan seseorang menemukan makna hidup dalam dirinya sendiri.
Seseorang lupa bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia, harus senantiasa
dimaknai secara pribadi. Kelupaaan itu akan membuat orang sibuk mengurusi penghargaan
dan kemewahan dunia luar, sehingga mengabaikan ketenangan jiwanya.
Demi
menemukan kembali makna hidup yang sering kali terlupakan, maka jujur pada diri
sendiri adalah cara terbaik. Jika sejumlah pencapaian hidup telah digapai pada
tingat tertentu, maka syukurilah. Senantiasalah membanggakan diri sendiri,
tanpa perlu mengharapkan, apalagi mencari pujian dari orang lain. Pujian dari
diri sendiri adalah yang terpenting, terjujur, dan paling bernilai. Entah orang
lain akan turut memberikan pujian atau tidak, yang pasti, jujur pada diri
sendiri akan mendatangkan pujian yang jujur pula.
Sudah
waktunya mengejar makna hidup ketimbang mengoleksi pujian orang lain dengan
cara yang penuh kepalsuan. Tak ada yang lebih penting dalam perjalanan hidup
selain menemukan makna. Makna akan membuat perjalanan hidup yang panjang dan
berliku, tetap terasa mengasyikkan. Hidup adalah belajar, entah dari
keberhasilan atau kegagalan. Hidup bukan sekadar mencapai tujuan akhir, tetapi
bagaimana berproses dan memperoleh makna. Kehidupan bukanlah tentang apa yang
diceritakan, tetapi apa yang sungguh-sungguh dialami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar