Sebenarnya, pada bulan pertama kedatangannya, Marlina tidaklah setertutup sekarang. Di hari-hari awal itu, ia tampak giat untuk berbaur ke dalam lingkungan barunya. Ia bahkan dengan penuh perhatian mengurus segala macam persyaratan pemindahan alamatnya ke pihak pemerintah, seolah yakin akan betah untuk menetap lama-lama di sini.
Sikap hangat dan aktif Marlina di awal itu, berhasil membuatnya dikenal sebagai pribadi yang baik oleh para tetangga. Terlebih bagi Ketua RT yang sangat senang atas sikapnya yang menghargai tertib administrasi ketika banyak pendatang yang masuk dan keluar kawasan pemerintahannya tanpa permisi. Dan karena itu pula, proses kepindahan dan adaptasinya sebagai penduduk baru, berlangsung lancar atas petunjuk dan bantuan sang Ketua RT.
Tetapi kini, Marlina berubah drastis. Ia tampak menghindari perjumpaan dengan orang-orang, dan lebih suka menutup diri di dalam rumahnya. Selain karena pekerjaannya memang hanya menuntut untuk berkantor sekali-kali, juga karena ia mengandung aib yang dengan mudah terbaca mata dan rawan menjadi bahan pergunjingan. Ia hamil dengan status lajang.
Sampai akhirnya, di bulan ke sepuluh kedatangannya, di malam ini, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Kabar cepat menyebar bahwa aku telah menemukan sebuah kardus berisi bayi yang baru saja dilahirkan, tepat di depan rumah Ketua RT. Dan para warga yang berkerumun meyakini saja bahwa bayi itu sengaja dibuang orang tua yang tak menghendaki kelahirannya, sebab bersamanya, terdapat kertas bertuliskan: Tolong rawat bayi ini.
Dan seperti seharusnya, di sela-sela warga, aku pun melihat Marlina, seorang yang tiada lain adalah ibu dari si bayi. Ia datang dengan raut yang tampak lemah setelah baru saja, beberapa jam yang lalu, ia berhasil melahirkan anak itu seorang diri, di dalam kamar mandi rumahnya. Tetapi ia memang mesti memaksakan diri untuk datang agar para warga tak sedikit pun terpikir untuk mengetahuinya sebagai ibu bayi.
Hingga seiring waktu, warga pun semakin ramai berkumpul, sembari bersuara-suara tentang akan diapakan bayi itu selanjutnya. Penyataan dan pertanyaan mereka terus terdengar. Sampai akhirnya, karena penemuan bayi itu terjadi di depan rumahnya, dengan pesan yang seolah memang ditujukan untuknya, Ketua RT pun mengabil sikap, “Jangan melapor kepada pihak kepolisian,” katanya, setelah aku melontarkan pertanyaan. “Perkaranya akan semakin rumit jika berurusan dengan hukum.”
“Lalu, akan kita apakan bayi ini jika kita tidak tahu siapa yang mesti bertanggung jawab,” tanyaku lagi.
“Aku yang akan bertanggung jawab. Aku akan mengadopsinya,” tutur Ketua RT dengan sikap tenang.
Seketika, para warga tampak heran. Mereka seolah meragukan kemampuan Ketua RT untuk merawat bayi itu. Bukan karena soal finansial, tetapi karena sang Ketua RT adalah lajang yang tinggal seorang diri di rumahnya. Mereka tentu khawatir kalau Ketua RT tak mampu menunaikan dan menyeimbangkan tugasnya sebagi pelayan warga, karyawan perusahaan swasta, serta sebagai seorang ayah dan ibu untuk bayi itu.
“Apakah Bapak sungguh-sungguh dan sanggup merawatnya?” tanyaku lagi.
Dengan raut yang tampak haru, Ketua RT pun menegaskan keyakinannya. “Jangan meragukan aku. Anak ini pasti kujaga dengan sebaik-baiknya.”
Aku lekas bertanya lagi, “Tetapi bagaimana? Bapak kan tidak punya siapa-siapa untuk membantu mengurusnya?”
“Bulan depan, aku akan menikahi seorang perempuan untuk menjadi ibunya!” balas Ketua RT, tegas.
Seketika saja, para warga tampak terkesima menyaksikan kesungguhan Ketua RT, sedang Marlina terdiam saja dengan raut tanpa emosi.
“Memangnya, calon istri Bapak siapa?” tanya seorang warga yang lain.
Ketua RT tersenyum singkat. “Besok-besok, Bapak pasti tahu.”
Detik demi detik berganti.
Perlahan-lahan, para warga pun pulang ke rumahnya masing-masing dengan membawa bahan perbincangan baru yang tak kalah menarik ketimbang rahasia di balik asal-usul bayi itu: siapa wanita yang akan dinikahi Ketua RT.
Namun sebagai penemu pertama bayi itu, dan sebagai orang kepercayaan Ketua RT, aku sungguh mengerti tentang rencana jalan ceritanya, bahwa Pak RT akan menikahi ibu kandung anak itu untuk meresmikan hubungan keluarga kecilnya dalam tali pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar