Ramlan
kebingungan. Pagi tadi, anaknya, Rudi, pergi bersama amarahnya. Tapi, jauh-jauh
hari sebelumnya, Ramlan memang sudah mewanti-wanti, bahwa akan datang waktu
ketika sang anak mulai curiga dan ingin mencari kebenaran tentang asal-usul dirinya.
Bahwa suatu saat, sang anak pun akan tahu, siapa orang tuanya yang sejati.
Istri
Ramlan, Murni, tak kalah kalutnya. Ia tak menduga, kesungguhannya dalam merawat
Rudi sejak berusia lima tahun, kini, tak berarti apa-apa. Padahal, ia telah
memperlakukan anak itu selayaknya anak sendiri. Namun, apa mau dikata, Rudi
tetaplah seorang anak yang tak lahir dari rahimnya sendiri.
“Aku
merasa bersalah, Pak. Sepertinya, aku belum bisa menjadi sosok ibu yang baik
untuknya,” sesal Murni.
Ramlan
yang terlihat lebih tenang, mencoba menenangkan istrinya, “Jangan salahkan diri
sendiri, Bu. Itu memang sudah jalannya. Bagaimana pun juga, sedari awal kita
bersama, kemungkinan ini sudah kita sadari akan terjadi.”
“Tapi,
Pak, aku khawatir dia kenapa-kenapa. Tidakkah sebaiknya kita melaporkan ke
polisi saja?” saran Murni.
“Tak
perlu, Bu. Masalahnya akan semakin ruwet jika kita melibatkan polisi,” tegas
Ramlan. “Lagi pula, aku yakin, ia akan pulang setelah sadar betapa pentingnya
kita dalam hidupnya. Bagaimana pun juga, kita telah merawatnya dengan baik
selama ini, semampu kita.”
Murni
terdiam sejenak, lalu melontarkan pertanyaan yang sedari dulu sudah dijawab
sang suami. “Atau kita coba bertanya di panti, tempat Bapak dahulu menemukannya?”
“Mau
ke panti untuk tanya asal-usulnya? Itu tak mungkin berhasil, Bu. Aku kan sudah
bilang, anak itu aku adopsi di umur 3 tahun, sebelum kita menikah. Sekarang
umurnya 14 tahun. Itu berarti, 11 tahun sudah aku nongol ke panti itu.
Kemungkinan besar, pengurus panti tak ingat lagi wajah orang tua yang membawa
Rudi ke panti,” terang Ramlan, untuk kesekian kalinya.
Kini,
Murni benar-benar terdiam. Dipikirnya, memang tak ada cara lagi yang bisa dilakukan
untuk menemukan anak itu, kecuali ia pulang dengan kesadarannya sendiri.
Pada
sisi lain, diam-diam, Ramlan sebenarnya tahu, di mana keberadaan Rudi saat ini.
Sebulan lalu, ibu kandung Rudi datang menemuinya, dan meminta anak kandungnya
kembali. Dan Ramlan, sebagai ayah kandung, jelas menolak. Mereka pun terlibat
pertengkaran hebat.
Murni
tak menyaksikan percekcokan antarmantan suami-istri itu.
Belakangan,
Ramlan tahu, perempuan yang telah melahirkan Rudi, telah melakukan segala cara
untuk mendapatkan anaknya kembali, termasuk menceritakan perihal asal-usulnya.
Rudi
pun pergi.
“Apa
memang selama ini, tak ada informasi sedikit pun yang Bapak ketahui tentang
orang tua kandung Rudi?” tanya Murni lagi. Seperti masih ingin mencari celah
untuk menemukan anak itu.
Ramlan
berpikir dalam-dalam. Berusaha melanjutkan cerita yang sedari dulu ia buat-buat
sendiri. “Ya, tak adalah, Bu. Saat aku mengadopsinya, memang tak ada informasi
tentang asal-usulnya pada pengurus panti. Lagian, mengadopsi anak yang jelas
asal-usulnya, jelas tak baik, sebab ada kemungkian ia akan menuntut kita untuk tahu
tentang orang tua kandungnya, dan kita berdosa jika berbohong,” tegas Ramlan. “Percayalah
padaku, Bu. Aku yakin, suatu saat, anak itu pasti kembali.”
Murni
pasrah sudah.
Kini,
satu rahasia Ramlan sepanjang waktu berlalu, telah diketahui Rudi, anak
kandungnya sendiri. Tapi seiring waktu yang panjang pula, Ramlan masih harus
menyimpan satu rahasia besar kepada Murni, istrinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar