Rabu, 25 Mei 2016

Histeria Massa: Ingatan atau Khayalan

Judul: Regression; Sutradara: Alejandro AmenabarRilis: Oktober 2015; Genre: Horor, Thriller; Durasi: 106 Menit; Pemain: Ethan Hawke, Emma Watson, David Dencik, David Thewlis, Devon Bostick, Dale Dickey

Persoalan mistik selalu menyimpan misteri. Banyak fenomena dan cerita mistik yang sampai sekarang belum bisa dijelaskan. Kabur secara rasio. Kekaburan itu semakin menjadi-jadi jika setiap orang punya versi berbeda-beda. Seseorang terus saja meyakini hal mistik, tanpa memahami latar belakang, jalan cerita, dan tujuannya. Hal itu sama seperti pemali dalam budaya masyarakat Indonesia. Orang tetap meyakini dan menunaikannya karena dampak praktisnya positif.

Gambaran seperti di atas sedikit banyak serupa dengan ide cerita film berjudul Regression. Film ini terispirasi dari kisah nyata. Berlatar tahun 1990 di Amerika Serikat, film besutan Alejandro Amenabar ini berhasil memadukan kemistikan dan kerasionalan. Penonton akan dibuat bertanya-tanya, apakah kegaiban itu ada, atau hanya karangan imajinasi belaka. Dengan apiknya, Regression mengombinasikan genre horor dan thriller secara bersamaan. Ide cerita thrillernya yang rasional, mampu dikemas dalam nuansa kegaiban horor sekaligus, sehingga memberikan sensasi yang sangat signifikan.

Penonton yang terlalu buru-buru mengambil kesimpulan di awal cerita, akan menganggap film ini bergenre horor belaka. Apalagi ceritanya memang diawali kisah sekte penyembah iblis. Tapi sejujurnya, meskipun kemasannya horor, ide ceritanya lebih fokus pada nuansa thriller yang rasional. Jadi, pokok ceritanya bukanlah tentang iblis dan alam gaib yang imajinatif dan irasional.

Film ini mengisahkan tokoh Angela (Emma Watson) yang mengaku diperkosa ayahnya, John Gray (David Dencik). Ia menyatakan kepada pihak kepolisian bahwa ayahnya adalah pengikut sekte penyembah iblis, sehingga tega melakukan perbuatan biadab kepadanya. Sekte itu digembarkan sangat keji sebab melegalkan perzinaan bahkan mengorbankan bayi dalam ritualnya. Gambaran-gambaran pengakuan Angela tersebut akhirnya membentuk histeria massa. Bahkan polisi detektif Bruce Kenner (Ethan Hawke) yang mengepalai pengungkapan kasus tersebut, juga dihantui gambaran itu setengah mati.

Pengungkapan kasus atas pengakuan Angela, menemui jalan buntu. Ayah Angela, John, dan kakaknya Roy Gray (Devon Bostick), dan neneknya, Rose Gray (Dale Dickey) yang menjadi saksi, tidak mampu memberikan keterangan signifikan. Ayahnya sebagai tertuduh, tidak mampu mengungkapkan konstruksi cerita yang menjelaskan bagaimana kejadian pemerkosaan. Ia mengaku tidak dapat mengingat bagaimana dirinya melakukan pemerkosaan terhadap anaknya. Roy pun tak terima kalau keluarganya dicap pemuja iblis. Sedangkan Rose yang juga dituding sebagai pemuja iblis, menolak keras.

Untuk membuat terang kasusnya, pihak kepolisian akhirnya meminta bantuan kepada seorang psikolog Professor Kenneth Raines (David Thewlis). Ia pun melakukan sebuah treatment, semacam hipnotis untuk membuat para saksi mampu mengungkapkan ceritanya secara rileks. Upaya itu disebut terapi pemulihan (regression therapies). Tujuannya untuk mengembalikan ingatan-ingatan para saksi tentang bagaimana kejadian penyembahan iblis dan ritual-ritualnya benar-benar terjadi.

Pada saat terapi pemulihan, John dan Roy pun berhasil mengkonstruksikan cerita asumsi awal bahwa telah terjadi pemujaan iblis. Di alam bawah sadar, mereka menuturkan bahwa ritual sesat itu benar-benar terjadi.

Saat tengah diterapi, John menyebut bahwa dirinya bukanlah pemerkosa anaknya, tetapi George Nesbitt (Aaron Ashmore), paman Angela sendiri yang juga sekantor dengan sang detektif, Bruce. John membayangkan dirinya yang tengah berilusi, hanya merekam peristiwa pemerkosaan tersebut, sebagaimana cara ritual seharusnya dilakukan. Akhirnya, Nesbitt pun ditahan dan dimintai keterangan, tapi ia mengelak sebagai pengikut sekte sesat. Tapi Bruce meyakini bahwa teman sekantornya itu adalah benar pelakunya.

Singkat cerita, kebenaran akhirnya terungkap. Angela yang memiliki kehidupan yang suram kala keluarganya bermasalah, sengaja mengarang cerita bohong. Tujuannya adalah untuk memulai hidup baru. Pergi meninggalkan anggota keluarganya, terutama ayahnya yang jelas tak perhatian padanya dan suka mabuk-mabukan. Apalagi setelah ibunya meninggal. Ide karangan cerita mistik Angela itu, diperolehnya dari buku In Satans’s Name, yang telah dibacanya.

Pengakuan Angela bahwa ia telah diperkosa ayahnya juga tidak benar. Memang ia hamil. Tapi pelakunya bukanlah ayahnya, tetapi pamannya sendiri, George Nesbitt. Meski begitu, ayahnya berusaha menutupi kebenaran itu, dan rela mengakui bahwa ialah telah memerkosa anaknya, demi membalas ketidakpeduliannya terhadap keluarganya dahulu. Termasuk membalas kesalahannya terhadap sang istri yang meninggal kecelakaan, bukan bunuh diri karena dihantui iblis sebagimana pengakuan Angela.

Lalu, bagaimana bisa konstruksi cerita bahwa Angela adalah korban dari sekte penyembah iblis, benar-benar terbentuk di benak setiap tokoh cerita yang menjadi saksi? Pengakuan ayah dan kakak Angela saat diterapi, bukanlah kenyataan bahwa benar ada sekte sesat. Mereka hanya mengonstruksikan cerita berdasarkan sugesti cerita yang disodorkan sang psikolog, Kenneth, saat terapi penyembuhan. Karena itulah, John tak bisa mengingat kejadian pemerkosaan sebab itu memang tak pernah terjadi.

Terapi pemulihan hanya menghasilkan sebuah ilusi. Terapi itu membuka khayalan para saksi untuk berimajinasi tentang sugesti yang diberikan sang psikolog. Karena dinilai sebagai biang masalah, akhirnya di akhir film dinyatakan bahwa terapi pemulihan dihentikan karena menghasilkan ingatan palsu. Ritual pemujaan iblis yang menimbulkan histeria massa, sebenarnya tak pernah terjadi, tapi hanya sebuah konstruksi khayalan akibat terapi pemulihan.


Begitulah akhir cerita film Regression. Sebuah film yang sangat berkelas, dari ide cerita dan cara pengemasannya. Alur dan gambaran ceritanya, mampu mempermainkan nalar dan emosi penonton. Sang kreator berhasil mengakhiri cerita dengan memberikan pilihan kepada penontot, apakah lebih condong menuruti perasaan, atau lebih menggunakan rasionalitas dalam menghadapi sebuah fenomena mistis. Film ini jelas direkomendasikan kepada penggemar film bergenre horor ataupun thriller.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar