Selasa, 02 Februari 2016

Meneguhkan Pilihan

Manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan jalan hidupnya. Dengan bekal hati dan pikiran, manusia mampu memproyeksikan konsekuensi dari sebuah pilihan. Di sinilah ikhtiar manusia berperan, yaitu pada tahapan proses memilih dan menjalani pilihan. Hasil dari sebuah pilihan tentunya hanya bisa diprediksi, sebab penentu akhirnya tetap pada Yang Maha Kuasa. Entah sebuah pilihan akan berujung pada hasil yang diinginkan atau tidak, yang pasti manusia harus memilih.

Saat memilih di antara beberapa daftar pilihan, tak mungkin hanya mengandalkan pandangan pribadi. Pertimbangan orang lain sangat perlu ditelaah. Terlebih lagi, pertimbangan subjektif kadang membutakan sebab mengedepankan ego pribadi, sehingga menutup diri dari kemungkinan pengaruh eksternal. Pentingnya pertimbangan orang lain adalah untuk dijadikan dasar merevisi rencana pilihan, atau malah meneguhkan pilihan sebelumnya. Tapi yang pasti, penentuan pada yang mana pilihan dijatuhkan, tetaplah menjadi otoritas subjektif. Apalagi jika pilihan itu menuntut pertanggungjawaban pribadi.

Sejak menyaadari bahwa manusia adalah makhluk sosial, muncul kecenderungan untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan perspektif umum, termasuk dengan menghiraukan pendapat orang lain dalam memilih. Tentu tak ada yang salah dengan itu, sebab manusia memang harus menjaga interaksinya dengan orang yang lain, agar kehidupan bersama tetap berlangung harmonis.  Tapi yang keliru adalah ketika penetapan pilihan hanya untuk membuat orang lain senang. Pertimbangan sendiri diabaikan sama sekali. Akhirnya, cara berpenampilan, berbicara, dan bertindak, tak lain adalah buah dari pandangan orang lain yang akibatnya, notabene, ditanggung sendiri. Layaknya ditimpakan pepatah: bagaikan air di daun alas.

Pada dasarnya, disadari atau tidak, keputusannya untuk memilih hal tertentu, tidak lepas dari pengaruh luar, terutama penilaian orang lain. Bahkan, dalam mengambil pilihan yang sifatnya privat, setiap orang dituntut menjawab terlebih dahulu pertanyaan tentang apa respons orang lain terhadap pilihan itu. Akhirnya, jika tak teguh pada pilihan, yang terjadi adalah pemilihan untuk mengikuti pandangan orang lain seutuhnya. Alasannya kadang sepele, hanya karena tak ingin mendapat cemoohan jikalau ia menentukan pilihannya sendiri dan kelak berujung pada hasil buruk. Dipikirnya, ketika pilihan itu tak berujung sukses, ia tak dapat mengelak kala disalahkan, sebab pilihan itu memang bukan pilihannya. Bahkan dapat dengan gagahnya menyatakan bahwa seharusnya pilihannya dahulu yang dijalani. 

Sikap hidup yang selalu mengalah dengan pendapat umum dan tak pernah yakin dengan pilihan sendiri, tak selayaknya diikuti. Bukan berarti harus menutup telinga terhadap saran orang lain, atau mesti mengambil sikap yang berseberangan dengan pandangan umum, tapi yang penting adalah tetap mengedepankan pertimbangan pribadi. Apalagi konflik dua sisi itu akan terus terjadi dan menimbulkan kebimbangan. Dilema itu tak akan terjadi jika pilihan berdasarkan pandangan pribadi, sejalan dengan pendapat orang lain. Tapi yakinlah, di dunia yang penuh perbedaan, mustahil memaksakan semua pendapat orang sama. Di sinilah kebijaksanaan bekerja, untuk menjembatani kepentingan umum dan kepentingan individu.

Sikap independen dalam memutuskan pilihan, setelah mempertimbangkan semua saran, sangatlah penting. Terlebih jika itu adalah pilihan dalam ruang lingkup pribadi, yang konsekuensinya ditanggung sendiri. Misalnya pilihan tentang masa depan sendiri. Bisa dibayangkan, jika secara tak waras mengikuti titah pilihan orang lain, memang tak akan menyebabkan diri dikambinghitamkan atas sebuah kegagalan. Tapi harus juga diingat, jika akhir dari sebuah pilihan diri sendiri, tak menuntut kewajiban orang lain menanggungnya, berarti tak ada gunanya juga menyerahkan nasib pada orang lain.

Hal yang penting diingat agar dapat meneguhkan pilihan pribadi bahwa, setiap orang tak yang mampu memberikan jaminan bahwa hasil akhir dari sebuah pilihan, pasti berujung pada keberhasilan. Karena itu, memilih di antara banyak pilihan, dengan cara merdeka, merupakan sikap yang tepat, sebab hasil akhirnya di luar kendali diri sendiri. Intinya, jika hasil akhir pilihan tak dapat dipastikan siapa pun, setidaknya masih menjadi penentu prosesnya. Jikalaupun pilihan itu tak berujung manis, tentu itu masih lebih baik, daripada mengikuti pilihan orang orang lain secara membabi buta dan tak punya andil untuk kehidupan sendiri. 

Akhirnya, tak yang bisa memastikan di antara dua pilihan atau lebih, tentang yang mana yang akan berakhir indah. Bukan berarti ketika kita memilih satu pilihan dan berujung kegagalan, hasil akhir dari daftar pilihan yang lainnya yang tersisih, pasti lebih baik. Bisa jadi, hasilnya malah lebih buruk, ataukah memang di antara pilihan yang ada, tak ada yang menuntun pada keberhasilan. Apalagi dengan keterbatasan manusia, bisa saja tak terpikirkan satu alternatif pilihan yang lebih baik. Tak ada yang tahu. Yang pasti, kita harus memilih. Memilih dan bertanggungjawab untuk diri sendiri adalah jalan terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar