Selasa, 08 Maret 2016

Virus Politik

Pembicaraan tentang politik terjadi di mana-mana. Seakan tak ada hari tanpa politik. Setiap saat, persoalan politik ditayangkan di layar kaca televisi. Kekisruhan menjadi fokus utama pemberitaan. Kondisi itu, tak pelak, membuat sebagian orang menjadi gerah terhadap pembicaraan politik, apalagi untuk turut berpartisipasi langsung dalam aktivitas perpolitikan. Sikap menjauh semacam itu bukan berarti membenci politik, tetapi bisa jadi wujud kekecewaan melihat proses politik yang tak jelas tujuannya.

Sulit untuk menolak kenyataan bahwa politik dewasa ini lebih berkutat pada tataran proses, hingga tak lagi fokus pada tujuan politik sesungguhnya. Politik hanya diartikan sebagai proses pergantian penguasa. Setelah tahta berhasil direbut, kerja-kerja nyata untuk kemaslahatan bersama, seperti yang pernah dijanjikan, terabaikan. Imbasnya, kritik terhadap penguasa yang lupa daratan pun digencarkan pihak yang pernah dipecundangi dalam pertarungan. Namun setelah kekuasaan berhasil digulingkan dan diambil alih, sama juga; tak ada dampak berarti bagi masyarakat. 

Makna politik dan aktualisasinya kini dikerangkeng, diartikan sebatas perebutan kekuasaan. Implikasinya, lahirlah dua kubu berseberangan, yaitu antara kawan dan lawan politik. Padahal jika merujuk pada makna asali tentang politik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa politik adalah mekanisme untuk menyatukan perbedaan. Kata politik sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis (kota), dan teta (urusan). Itu berarti politik adalah cara masyarakat kota Yunani, pada zaman dahulu, untuk menyelesaikan persoalan di antara mereka secara damai. Dengan begitu, tujuan politik yang sebenarnya tidak lain adalah menjamin terciptanya ketenteraman dan kebersamaan, melalui upaya penyatuan persepsi-persepsi. 

Pemelintiran terhadap hakikat politik, kini menimbulkan akibat yang sungguh memiriskan. Sarana politik disalahgunakan, hingga menimbulkan perselisihan, pertentangan, pertikaian, bahkan pemberontakan. Politik adalah biang perpecahan, bukannya mewujudkan persatuan. Dunia politik yang senantiasa meminta tumbal, pun menjadi sangat menakutkan. Akibatnya, beberapa pihak yang sebenarnya punya niat dan konsep yang baik tentang politik, menjadi alergi untuk turut dalam aktivitas perpolitikan. 

Politik yang tengah dijangkiti penyakut akut, membutuhkan refleksi mendalam tentang perbaikan tatanannya. Apalagi mengingat bahwa melalui proses politiklah, keputusan strategis, baik berupa penentuan pemimpin ataupun perumusan kebijakan, dilakukan. Mengingat keadaan politik yang karut-marut itu, maka sudah saatnya politik dikembalikan kepada khittahnya. Politik butuh segera disucikan pada tujuannya yang mulia, tidak sekadar berkutat pada proses yang tak lebih subtansial. Untuk itu, paradigma yang menggeser makna politik sebatas panggung yang penuh intrik haram, perlu diluruskan kembali secara bersama-sama. 

Paradigma kekinian yang hanya mengartikan politik sebatas perebutan kekuasaan, perlu dicerahkan. Apalagi pola pikir semacam selalunya ingin menang, tanpa mempermasalahkan baik-buruk atau benar-salahnya cara yang ditempuh. Demi menjadi pemenang kekuasaan, semua cara apa pun ditempuh dan dianggap sebagai bagian dari politik. Wujudnya, politik uang, kolusi dan nepotisme, intimidasi, dianggap sebagai upaya politik yang dapat dibenarkan. Padalah, jika masih berakal sehat, perbuatan itu jelas musuh nyata politik. Oleh karena itu, virus-virus politik semacam itu, harus dilenyapkan demi mewujudkan kehidupan perpolitikan yang beradab.

Demi keberlanjutan tatanan kehidupan yang harmonis, penataan perpolitikan perlu dilakukan segera. Setiap pihak yang punya niat baik terhadap perbaikan dunia politik, terutama genarasi muda, harus berani tampil di panggung politik, dengan tetap menunjukkan perilaku politik yang beradap. Yang penting juga adalah merumuskan dan menawarkan program-program kerja yang rasional kepada khalayak, dan benar-benar diwujudkan kala dipercaya menduduki panggung kekuasaan. 

Setiap komponen masyarakat juga harus turut aktif dalam berpartisipasi, baik untuk turut bersuara, ataupun mengawasi agar proses politik maupun kerja nyata para politikus, berjalan secara baik dan benar. Tidak lupa, perbaikan politik tentu harus disokong oleh instrumen dan penegakan hukum yang memadai. Hukum harus mampu menjamin perlindungan bagi semua pihak dari “permainan haram” oknum politikus tak beradab, yang ingin memonopili dan menyalahgunakan kekuasaan. 

Politik harus diwujudkan sesuai hakikatnya, yaitu sebagaimana kata Aristoteles, bahwa politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Oleh karena itu, paradigma dan aktualisasi politik yang hanya berkutat pada perebutan kekuasaan, demi kepentingan kelompok, sudah saatnya diberantas.

Ke depan, semoga dunia politik tak sarat lagi dengan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tetapi tampak sebagai pentas yang demokratis dengan pertarungan program secara cerdas. Berbarengan dengan itu, politik juga diharapkan senantiasa berakhir dengan rekonsiliasi, yaitu upaya pemulihan hubungan, atau bahkan penyatuan pihak-pihak yang terlibat dalam pertarungan politik. Dengan begitu, tak akan ada pihak yang menaruh kekesalan secara membabi buta dan mengganjal proses kerja pemerintahan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar