Tak
ada yang abadi di dunia ini. Sama halnya dengan perihal fisik-materi yang dimiliki
siapa pun. Suatu saat, semuanya akan hilang, bahkan sirna. Untuk itu, memiliki
berarti harus siap melepaskan. Perlu disadari jika pertemuan sejatinya awal
dari perpisahan. Hanya masalah waktu saja. Besok-besok, pasti yang tertinggal hanya
kenangan yang selalu terbayang-banyang. Suka pun berubah jadi duka. Pun, kebahagaian
berubah jadi kesedihan. Akhirnya, bisa timbul penyesalan atas sebuah pertemuan
dan kebersamaan yang berujung pada perpisahan. Menyalahkan takdir.
Tak
perlu sedih berlebihan kala kehilangan. Sesungguhnya, selama waktu masih
bergulir, akan ada perjumpaan dan kebersamaan baru. Pertemuan dan perpisahan
bak dua sisi mata uang yang mustahil saling meniadakan. Kehilangan bukanlah
akhir dari segalanya, tapi bisa jadi awal dari pertemuan pada yang lebih baik.
Jika tak ada kerelaan untuk melepaskan belenggu kehilangan, maka pintu untuk
menemukan pengganti pun tetap tertutup. Akhirnya, kesedihan terus melanda. Maka
dari itu, sudah selayaknya belajar mengiklaskan dalam setiap peristiwa
kehilangan.
Kehilangan
akibat perpisahan sebagai takdir, memang harus diikhlaskan. Meski demikian, perpisahan
yang direncanakan bahkan dipaksakan, adalah sebuah kekeliruan. Alasannya, sebab
sebuah pertemuan adalah awal dari kebersamaan yang membawa keberkahan.
Sedangkan kebersamaan adalah syarat untuk saling berbagi kemanfaatan itu. Berkomitmen
untuk terus bersama berarti menerima risiko berupa riak-riak keboosanan yang
mungkin terjadi. Di sisi lain, mengakhiri kebersamaan berarti menutup diri
terhadap kebaikan yang seyogiannya dapat diperoleh, baik untuk aspek rohani maupun
jasmani. Untuk itu, perlu sikap penerimaan terhadap dinamika memiliki, agar
tetap bertahan. Yang pasti, kebersamaan memang penuh warna-warni.
Waktu
kebersamaan sangatlah berharga, sebab akan ada perpisahan dan semuanya pun
menghilang. Untuk itu, manfaatkan kebersamaan untuk saling menjaga dan memberi
adalah upaya terbaik. Juga untuk senantiasa melihara rasa memiliki dan
dimiliki. Jika keadaan itu berjalan baik, sebenarnya tak akan ada niat untuk berpisah.
Sungguh tak rela meresakan kehilangan. Begitulah akhirnya. Saat rasa memiliki
ada, maka di sana juga timbul rasa takut akan kehilangan. Seperti ketika
mencintai terlalu dalam, maka ada kemungkinan berubah menjadi kebencian yang
terlalu dalam pula. Itu bersifat naluriah.
Jika
terlalu mencintai adalah awal dari kesedihan yang mendalam kala kehilangan,
sepertinya tepat nasihat bahwa mencintai suatu hal keduniawian janganlah
terlalu berlebihan. Alasannya sebab semuanya bisa berbalik 180 derajat. Karena
itu, rasa memiliki harus dibarengi dengan kesadaran bahwa suatu saat semuanya akan
menghilang. Sebisanya manusia hanya memanfaatkan dan menjaganya seiring takdir
kebersamaannya. Bukan juga berarti tak baik memiliki dan mencintai. Malah
sebaliknya, kehilangan bisa jadi alasan untuk memberi cinta sebesar-besarnya,
sebab sadar durasi waktu kebersamaan terlalu singkat. Asalkan saja, kesedihan
karena kehilangan tetap diantisipasi secara mental, agar tak berujung pada
keterpurukan.
Pada
setiap perpisahan, seharusnya kenangan kebersamaan yang indah tak perlu
ditangisi, tetapi sebaiknya disyukuri. Bersyukur sebab telah dipertemukan dan
ditakdirkan bersama, meski untuk waktu yang singkat. Ada durasi waktu berlalu
yang telah jadi berarti dengan saling berbagi kebaikan dalam kebersamaan. Penyelasan
hanya perlu untuk pribadi-pribadi yang gagal memelihara dan mencintai
kebersamaannya. Memberinya sebuah pelajaran berarti akan berharganya sebuah
kebersamaan. Akhirnya, di kebersamaan yang baru ke depan, ia dapat bersikap
dengan baik.
Bersyukur
tentang kebersamaan lebih baik dari pada menangisi perpisahan yang memang
niscaya. Jika amat sedih kerena kebersamaan berakhir begitu cepat, seharusnya waktu
kebersamaan itu tetap disyukuri, meski singkat. Sebuah ilustrasi misalnya, laptop
yang digunakan bertahun-tahun tiba-tiba rusak. Banyak alasan untuk tak terlalu
menyedihkannya. Misalnya bersyukur sebab masih bisa diperbaiki. Kalau pun
hilang, tetaplah bersyukurlah sebab ia telah banyak berguna di beberapa tahun. Dari
itu, yang penting dari sebuah kehilangan adalah pelajaran untuk senantiasa menjaga
sesuatu yang kita miliki. Juga perlajaran batin untuk membiasakan diri bersikap
ikhlas atas setiap kehilangan, serta sedia membuka diri terhadap kebersamaan
yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar