Kamis, 12 Maret 2020

Tentang Kalian

Sudah sekian lama kau menuliskan kesepianmu di ruang maya. Kau mengaku sendiri, dan tak ada tempat berbagi keluh. Kau mengaku membutuhkan kehadiran seseorang, dan aku sangat mengerti. Aku ingin menjadi seseorang yang kau butuhkan. Aku ingin manjadi malaikat yang menembus ruang, menuju ke sampingmu, setiap kali kau terperangkap sunyi.
 
Namun segenap ilusi yang tak berdasarkan kenyataan, membuatku enggan mengambil tindakan. Aku hanya mengenalmu di dunia maya, sehingga tak ada alasan yang patut untuk memberimu perhatian, atau bahkan untuk sekadar bertanya kabar. Aku hanya seorang pendoa ulung yang berharap kau baik-baik saja, sebelum kita bersama, meski kau tak akan pernah tahu.

Tetapi di malam kemarin, ketenanganku akhirnya goyah. Kesepianmu semakin memuncak, dan kau kembali menuliskannya di halaman media sosial. Kau menuliskan bahwa kau merasa tidak dianggap oleh siapa-siapa. Pasalnya, kau berada di penghujung hari ulang tahunmu, sebagaimana yang telah lama tercatat di dalam kepalaku, tetapi kau tak mendapatkan kado atau ucapan apa pun dari orang-orang. 

Atas kisah hidupmu yang penuh kehampaan, perasaanku pun terdesak untuk segera mengambil langkah yang berarti. Aku takut seseorang mendahuluiku, hingga perhatianku tak lagi berarti untuk mengisi kekosonganmu. Sampai akhirnya, aku pun menuliskan komentar pada unggahan cerita hidupmu. Sebuah ucapan selamat, beserta harapan, semoga segala yang terbaik untukmu:


Selamat ulang tahun. Kau telah melalui masa-masa yang mengagumkan. Nikmatilah kehidupanmu di waktu-waktu mendatang!


Tentu saja aku tak menyertakan identitas diriku pada rangkaian kata komentar itu. Selain karena alasan kepatutan, aku juga takut kalau niat baikku untuk memberikan semangat hidup kepadamu, malah tertolak karena distorsi keakuanku. Bagaimana pun, aku bukanlah siapa-siapa bagimu, dan aku tak ingin memperkenalkan diri secara tiba-tiba, hingga merusak rencana besarku tentang kita.

Namun tanpa kuduga, pagi ini, aku menemukan kenyataan yang begitu menyesakkan perasaanku. Kau mengirimkan balasan untuk komentarku, dan memperjelas semua kesalahpahamanku selama ini:


Terima kasih atas doa dan harapanmu untukku, Rul. Terima kasih untuk kejutan kecil ini, yang sungguh berarti besar untukku di sini. Aku berharap, segala yang terbaik, juga untukmu di sana, dan untuk kita di masa depan, tentunya.


Akhirnya, aku harus menerima, bahwa di tengah langkahku yang mengayun pelan, kenyataan pahit telah bersua lebih cepat. Aku harus menerima, bahwa kesepianmu selama ini, ternyata bukan karena kau mengharapkan seseorang untuk datang, tetapi karena kau merindukan seseorang untuk pulang. Seseorang yang telah berjarak denganmu, si pemilik nama Rul, yang membuatmu tak sabar untuk segera bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar