Minggu, 07 Desember 2025

Bahasa Bisu

Bermula dari kepedulianku yang salah alamat
Yang terlalu khawatir dirimu diterkam bahaya
Selama menjajaki kediaman ruang bersuara
Sambil teriak untuk dapat kata penghubung
Menuju bersama mempertanyakan masalah
Untuk kepentingan orang-orang selain dirimu
Begitu pula aku, yang diam-diam menuju satu

Segalanya lantas mengalur selugu-lugunya
Menyamarkan rencana dalam bingkai berita
Bahwasanya kepolosan mengandung bencana
Sampai waktunya terlahir sebagai duka cinta
Setelah tangis dan tawa dalam peluh sejarah
Sebab kenyataan kita hanya bayang-bayang
Sebagai takdir yang tak pernah dituliskan

Dari pengalaman yang tak mendewasakan
Terpisahlah asa di antara garis batas kesatuan
Yang merentang dalam jaring acak lintasan
Yang membentuk kita dan mereka, kami dan kalian
Yang memisahkan segala yang tersambung
Yang memberaikan harapan dari kenyataan
Yang melampaukan kisah menjadi kenangan

Tetapi kejadian serasa baru selepas lalu
Tentang badai yang mengkhidmatkan bisu
Ataukah terik yang coba melelehkan beku
Di antara nada yang menautkan nadi kita
Di atas roda yang merangkai jeda penantian
Setelah melenceng dari tujuan kita yang buram
Dan berakhir pada bilik perenungan masing-masing

Demikianlah kesialan membawa kita
Dari rumah impian mengarah entah ke mana
Tanpa janji bertatap lagi, atau alasan untuk itu
Meskipun sesal, tak mesti bercucur air mata
Sebab tak akan luntur juga tinta di hati
Tentang kekalnya kisah yang tak selesai
Yang kita arsipkan dengan rasa rahasia

Dari pergumulan harapan yang mati
Paham juga aku sebaiknya begini
Sebab bertikai lebih baik daripada berdiam
Karena kepastian mendahului kebahagiaan
Sehingga hikayat memukan warna asmara
Untuk kita yang gagal melukis dengan kata
Cukuplah sebagai tokoh penghiburan jiwa

Sampai tiba aku pada kerelaan mendalam
Selepas tragedi melumpuhkan khayalku
Diremuk ketinggian yang tak kucemaskan
Dari nirwana ke tanah bumi yang ganas
Hingga sadarku perihal langit yang agung
Yang kujunjung tanpa sepenuhnya kutinggikan
Yang meneduhkan dalam segenap kepasrahan

Sekarang, tegarkanlah tatapanmu ke depan
Pada yang memelukmu dan sejauh cita-cita
Pada siapa yang menjadi peraduan resahmu
Agar ketenanganmu menjadi ketenteramanku
Agar aku damai dengan segenap kekalahanku
Serupa kecamuk batin yang terusap sepoi angin
Yang mereda sebelum kekacauan yang mungkin

Memang telanjur keadaan menjadi benteng
Serupa alam yang beda dalam satu semesta
Dengan kehidupan yang saling mengasingkan
Meskipun udara masih mungkin menukar nyawa
Dan memori perasaan membahasakan kalbu
Tetapi raga semestinya jauh dari garis sengketa
Menutup pengindraan dari segenap risikonya

Sudah begitu jauh musim menyeret kita
Sampai kini, di bulan terakhir yang basah
Pada awal tahun penguburan kisah yang bisu
Pada titik keterlambatan menjadi keabadian
Yang kubaca dengan penafsiran yang baik
Bahwa pusara itu adalah album kerinduan
Untuk kita ziarahi sendiri-diri, sembunyi-bunyi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar