Dalam kehidupan bermasyarakat
terdapat tatanan struktur sosial yang menempatkan posisi setiap orang pada
posisi tertentu, sesuai dengan jabatan yang diduduki. Untuk percepatan
pembangunan, harusnya keinginan petinggi dengan bawahan, ataupun
pemerintah dengan rakyat harus sejalan, yaitu ketika kebijakan pemerintah
sejalan dengan hati nurani rakyat, sehingga kebijakan itu pun terlaksana dengan
baik. Kenyataannya sekarang, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dirumuskan
sesuai keinginan rakyat, hal itulah yang menimbulkan konflik di tengah
masyarakat.
Manusia diciptakan dengan kemampuan
berkomunikasi oleh Tuhan, bahkan itu pun dijamin kebebasannya oleh sebagian
besar manusia di dalam zaman yang terus menuju kepada penghormatan pada asas
demokrasi seutuhnya. Jaminan oleh konstitusi memberikan perlindungan kepada
seluruh lapisan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya, terlebih ketika hal
yang diungkapkan bertentangan dengan kezaliman penguasa, ditakutkan jika rakyat
yang lemah ditindas oleh penguasa negara dengan kekuatan senjatanya. Koreksi
kebijakan untuk pembangunan yang lebih baik memang anugrah bagi pemerintah yang
punya keinginan untuk membangun kehidupan berbangsa, tapi ketika ego kekuasaan
yang merajai,mereka, terkadang mereka malah “kepanasan” dan tak acuh terhadap tuntutan rakyat.
Kebebasan harusnya berbatas, sehingga
tidak terjadi persinggungan hak antar individu. Masyarakat yang ingin
mengkritik kebijakan pemerintah diharapkan mampu menyampaikannya dengan cara
yang benar menurut hukum, sebab telah banyak aturan formal yang mengatur tata cara
penyampaian pendapat secara beradab. Tapi seringkali masyarakat
letih menunggu balasan surat dan suara dari penguasa atas tidak adanya perubahan positif
yang nyata, sedang janji-janji manis terus saja bertumpuk. Ketika keinginan rakyat tidak dihiraukan seperti demikian, maka
terjadilah luapan emosi yang terwujud melalui tindakan anarkistis para demonstran yang
mengatasnamakan demokrasi untuk mendapatkan perhatian pemerintah melalui media massa.
Pengerusakan fasilitas umum yang
dibangun dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, akrab mewarnai aksi unjuk
rasa di media massa. Banyaknya waktu dan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan
terkadang tidak dihiraukan, sampai pembangunan pun harus bongkar-pasang. Harapan untuk peningkatan pembangunan pun tersendat karena waktu
dan dana yang ada, dialokasikan untuk rekonstruksi pembangunan, hingga membuka keran
kucuran dana yang dapat dimanfaatkan birokrasi untuk mencuri uang. Setidaknya
masyarakat harus menyadari bahwa bencinya kepada oknum pejabat, tak seharusnya berujung pada kebencian jabatan dan pengerusakan fasilitas jabatan, karena masa tugas pejabat berbatas waktu, sedangkan jabatan beserta fasiltasnya digunakan
secara berkesinambungan. Tindakan yang sebaiknya dilakukan dalam kehidupan
berdemokrasi adalah cerdas dalam memilih perwakilan rakyat dalam pemerintahan, dan
tidak mudah terbuai dengan tawaran materi ataupun program yang sempurna, tapi
realisasinya mustahil. Dan hal itu hanya terjadi jika masyarakat
memiliki pendidikan politik yang mapan. Namun melihat sikap kebodohan kini, nyatalah bahwa
kebebasan yang berdasarkan emosi belaka, dan tidak berlandaskan intelegensi, akan merugikan
masyarakat secara berlipat ganda.
Indonesia memang negara dengan keragaman nonmaterial seperti budaya. Namun keragaman itu juga yang terkadang menimbulkan konflik kepentingan dalam
masyarakat yang didasarkan pada perbedaan suku, ras, dan agama. Memang sulit
menciptakan harmoni kehidupan dalam beragamnya keinginan yang butuh dilayani,
sedangkan pelayannya hanya segelintir. Di sinilah peran pemerntah, yakni
memberikan keadilan pelayanan, sehingga rakyat tetap merasa mendapatkan haknya
masing-masing, tanpa adanya perbedaan perlakuan karena perbedaan identitas
tertentu. Keadilan merupakan akar dari kedamaian, dengan
ego pribadi ataupun golongan yang mengesampingkan persamaan hak, konflik akan
terus berlangsung. Demontrasi yang berlangsung merupakan tuntutan keadilan
orang-orang yang merasa haknya dilanggar, ketika telinga para penguasa tertutup
oleh kebekuan hatinya, rakyat akan menyentak dengan tindakan anarkistisnya. Untuk
mencapai kehidupan bernegara yang maju, seyogianya pemerintah harus kembali
kapada hakikat fungsinya, yaitu mengayomi seluruh rakyat dengan seadil-adilnya.
Demontrasi anarkis merupakan akibat
dari masalah vertikal, tapi selalu saja berwujud pada konflik
horizontal. Ketidakcerdasan para demonstran dalam menyuarakan aspirasinya, tampak dengan kegiatan unjuk rasa yang tidak mencerahkan permasalahan, salah
sasaran, dan tidak pada tempatnya. Banyak terdapat oknum demonstran yang tidak
paham dengan permasalahan yang sedang dituntut, sehingga mereka hanya sekadar ikut-ikutan, bahkan sekadar hadir untuk menyulut emosi para demonstran lain. Demonstrasi terkadang hanya
berujung bada “gertakan sambal” bahkan pengerusakan, tanpan memberikan usul
perbaikan atas kebijakan yang salah. Emosi para demonstran seringkali diluapkan
di tempat umum, di mana banyak masyarakat yang punya kepentingan atas fasilitas
tersebut, tanpa berpikir untuk berorasi di tempat para pengambil kebijakan. Hal itulah yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman, hingga bentrok antaranggota masyarakat.
Indonesia punya potensi untuk
maju, namun hal itu harus ditunjang oleh kecerdasan hukum dan politik, sehingga
pembangunan fisik memiliki tujuan yang jelas. Pun, pemerintah yang cerdas juga perlu dihadirkan untuk mengakhiri perdebatan
kosong yang bak memperdebatkan tentang warna gelas yang sebaiknya digunakan
untuk minum, padahal kepentingan yang utama adalah minum. Indonesia butuh pemimpin
yang amanah, yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadinya. Namun realitanya, berbangsa ini berjalan tanpa arah. Masih banyak rakyat
yang tidak menyadari posisinya sebagai bagian dari seluruh warga NKRI, sebab mereka tidak diayomi secara baik. Karena itu, menuntut hak adalah sesuatu yang sangat wajar dan seharusnya. Tapi menuntut hak dan keadilan, tidak boleh dengan menghalalkan cara-cara primitif yang malah merugikan
masyarakat sendiri. Demonstrasi yang dilakukan tentu ditujukan untuk menciptakan perubahan, tapi haruslah dilakukan dengan sokongan hasil kajian yang kritis terhadap permasalahan, sesuai dengan nasihat,”berfikirlah
sebelum bicara.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar