Senin, 10 September 2012

Menuntut Hak, Jangan Melanggar Hak!

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat tatanan struktur sosial yang menempatkan posisi setiap orang pada posisi tertentu, sesuai dengan jabatan yang diduduki. Untuk percepatan pembangunan, harusnya keinginan petinggi dengan bawahan, ataupun pemerintah dengan rakyat harus sejalan, yaitu ketika kebijakan pemerintah sejalan dengan hati nurani rakyat, sehingga kebijakan itu pun terlaksana dengan baik. Kenyataannya sekarang, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dirumuskan sesuai keinginan rakyat, hal itulah yang menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Manusia diciptakan dengan kemampuan berkomunikasi oleh Tuhan, bahkan itu pun dijamin kebebasannya oleh sebagian besar manusia di dalam zaman yang terus menuju kepada penghormatan pada asas demokrasi seutuhnya. Jaminan oleh konstitusi memberikan perlindungan kepada seluruh lapisan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnya, terlebih ketika hal yang diungkapkan bertentangan dengan kezaliman penguasa, ditakutkan jika rakyat yang lemah ditindas oleh penguasa negara dengan kekuatan senjatanya. Koreksi kebijakan untuk pembangunan yang lebih baik memang anugrah bagi pemerintah yang punya keinginan untuk membangun kehidupan berbangsa, tapi ketika ego kekuasaan yang merajai,mereka, terkadang mereka malah “kepanasan” dan tak acuh terhadap tuntutan rakyat.

Kebebasan harusnya berbatas, sehingga tidak terjadi persinggungan hak antar individu. Masyarakat yang ingin mengkritik kebijakan pemerintah diharapkan mampu menyampaikannya dengan cara yang benar menurut hukum, sebab telah banyak aturan formal yang mengatur tata cara penyampaian pendapat secara beradab. Tapi seringkali masyarakat letih menunggu balasan surat dan suara dari penguasa atas tidak adanya perubahan positif yang nyata, sedang janji-janji manis terus saja bertumpuk. Ketika keinginan rakyat tidak dihiraukan seperti demikian, maka terjadilah luapan emosi yang terwujud melalui tindakan anarkistis para demonstran yang mengatasnamakan demokrasi untuk mendapatkan perhatian pemerintah melalui media massa.

Pengerusakan fasilitas umum yang dibangun dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, akrab mewarnai  aksi unjuk rasa di media massa. Banyaknya waktu dan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan terkadang tidak dihiraukan, sampai pembangunan pun harus bongkar-pasang. Harapan untuk peningkatan pembangunan pun tersendat karena waktu dan dana yang ada, dialokasikan untuk rekonstruksi pembangunan, hingga membuka keran kucuran dana yang dapat dimanfaatkan birokrasi untuk mencuri uang. Setidaknya masyarakat harus menyadari bahwa bencinya kepada oknum pejabat, tak seharusnya berujung pada kebencian jabatan dan pengerusakan fasilitas jabatan, karena masa tugas pejabat berbatas waktu, sedangkan jabatan beserta fasiltasnya digunakan secara berkesinambungan. Tindakan yang sebaiknya dilakukan dalam kehidupan berdemokrasi adalah cerdas dalam memilih perwakilan rakyat dalam pemerintahan, dan tidak mudah terbuai dengan tawaran materi ataupun program yang sempurna, tapi realisasinya mustahil. Dan hal itu hanya terjadi jika masyarakat memiliki pendidikan politik yang mapan. Namun melihat sikap kebodohan kini, nyatalah bahwa kebebasan yang berdasarkan emosi belaka, dan tidak berlandaskan intelegensi, akan merugikan masyarakat secara berlipat ganda.

Indonesia memang negara dengan keragaman nonmaterial seperti budaya. Namun keragaman itu juga yang terkadang menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan suku, ras, dan agama. Memang sulit menciptakan harmoni kehidupan dalam beragamnya keinginan yang butuh dilayani, sedangkan pelayannya hanya segelintir. Di sinilah peran pemerntah, yakni memberikan keadilan pelayanan, sehingga rakyat tetap merasa mendapatkan haknya masing-masing, tanpa adanya perbedaan perlakuan karena perbedaan identitas tertentu. Keadilan merupakan akar dari kedamaian, dengan ego pribadi ataupun golongan yang mengesampingkan persamaan hak, konflik akan terus berlangsung. Demontrasi yang berlangsung merupakan tuntutan keadilan orang-orang yang merasa haknya dilanggar, ketika telinga para penguasa tertutup oleh kebekuan hatinya, rakyat akan menyentak dengan tindakan anarkistisnya. Untuk mencapai kehidupan bernegara yang maju, seyogianya pemerintah harus kembali kapada hakikat fungsinya, yaitu mengayomi seluruh rakyat dengan seadil-adilnya.

Demontrasi anarkis merupakan akibat dari masalah vertikal, tapi selalu saja berwujud pada konflik horizontal. Ketidakcerdasan para demonstran dalam menyuarakan aspirasinya, tampak dengan kegiatan unjuk rasa yang tidak mencerahkan permasalahan, salah sasaran, dan tidak pada tempatnya. Banyak terdapat oknum demonstran yang tidak paham dengan permasalahan yang sedang dituntut, sehingga mereka hanya sekadar ikut-ikutan, bahkan sekadar hadir untuk menyulut emosi para demonstran lain. Demonstrasi terkadang hanya berujung bada “gertakan sambal” bahkan pengerusakan, tanpan memberikan usul perbaikan atas kebijakan yang salah. Emosi para demonstran seringkali diluapkan di tempat umum, di mana banyak masyarakat yang punya kepentingan atas fasilitas tersebut, tanpa berpikir untuk berorasi di tempat para pengambil kebijakan. Hal itulah yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman, hingga bentrok antaranggota masyarakat.

Indonesia punya potensi untuk maju, namun hal itu harus ditunjang oleh kecerdasan hukum dan politik, sehingga pembangunan fisik memiliki tujuan yang jelas. Pun, pemerintah yang cerdas juga perlu dihadirkan untuk mengakhiri perdebatan kosong yang bak memperdebatkan tentang warna gelas yang sebaiknya digunakan untuk minum, padahal kepentingan yang utama adalah minum. Indonesia butuh pemimpin yang amanah, yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadinya. Namun realitanya, berbangsa ini berjalan tanpa arah. Masih banyak rakyat yang tidak menyadari posisinya sebagai bagian dari seluruh warga NKRI, sebab mereka tidak diayomi secara baik. Karena itu, menuntut hak adalah sesuatu yang sangat wajar dan seharusnya. Tapi menuntut hak dan keadilan, tidak boleh dengan menghalalkan cara-cara primitif yang malah merugikan masyarakat sendiri. Demonstrasi yang dilakukan tentu ditujukan untuk menciptakan perubahan, tapi haruslah dilakukan dengan sokongan hasil kajian yang kritis terhadap permasalahan, sesuai dengan nasihat,”berfikirlah sebelum bicara.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar