Rabu, 15 Februari 2017

Rahasia Waktu

Ramlan kebingungan. Pagi tadi, anaknya, Rudi, pergi bersama amarahnya. Tapi, jauh-jauh hari sebelumnya, Ramlan memang sudah mewanti-wanti, bahwa akan datang waktu ketika sang anak mulai curiga dan ingin mencari kebenaran tentang asal-usul dirinya. Bahwa suatu saat, sang anak pun akan tahu, siapa orang tuanya yang sejati.
 
Istri Ramlan, Murni, tak kalah kalutnya. Ia tak menduga, kesungguhannya dalam merawat Rudi sejak berusia lima tahun, kini, tak berarti apa-apa. Padahal, ia telah memperlakukan anak itu selayaknya anak sendiri. Namun, apa mau dikata, Rudi tetaplah seorang anak yang tak lahir dari rahimnya sendiri. 

“Aku merasa bersalah, Pak. Sepertinya, aku belum bisa menjadi sosok ibu yang baik untuknya,” sesal Murni.

Ramlan yang terlihat lebih tenang, mencoba menenangkan istrinya, “Jangan salahkan diri sendiri, Bu. Itu memang sudah jalannya. Bagaimana pun juga, sedari awal kita bersama, kemungkinan ini sudah kita sadari akan terjadi.”

“Tapi, Pak, aku khawatir dia kenapa-kenapa. Tidakkah sebaiknya kita melaporkan ke polisi saja?” saran Murni.

“Tak perlu, Bu. Masalahnya akan semakin ruwet jika kita melibatkan polisi,” tegas Ramlan. “Lagi pula, aku yakin, ia akan pulang setelah sadar betapa pentingnya kita dalam hidupnya. Bagaimana pun juga, kita telah merawatnya dengan baik selama ini, semampu kita.”

Murni terdiam sejenak, lalu melontarkan pertanyaan yang sedari dulu sudah dijawab sang suami. “Atau kita coba bertanya di panti, tempat Bapak dahulu menemukannya?”

“Mau ke panti untuk tanya asal-usulnya? Itu tak mungkin berhasil, Bu. Aku kan sudah bilang, anak itu aku adopsi di umur 3 tahun, sebelum kita menikah. Sekarang umurnya 14 tahun. Itu berarti, 11 tahun sudah aku nongol ke panti itu. Kemungkinan besar, pengurus panti tak ingat lagi wajah orang tua yang membawa Rudi ke panti,” terang Ramlan, untuk kesekian kalinya.

Kini, Murni benar-benar terdiam. Dipikirnya, memang tak ada cara lagi yang bisa dilakukan untuk menemukan anak itu, kecuali ia pulang dengan kesadarannya sendiri.

Pada sisi lain, diam-diam, Ramlan sebenarnya tahu, di mana keberadaan Rudi saat ini. Sebulan lalu, ibu kandung Rudi datang menemuinya, dan meminta anak kandungnya kembali. Dan Ramlan, sebagai ayah kandung, jelas menolak. Mereka pun terlibat pertengkaran hebat. 

Murni tak menyaksikan percekcokan antarmantan suami-istri itu. 

Belakangan, Ramlan tahu, perempuan yang telah melahirkan Rudi, telah melakukan segala cara untuk mendapatkan anaknya kembali, termasuk menceritakan perihal asal-usulnya.
Rudi pun pergi.

“Apa memang selama ini, tak ada informasi sedikit pun yang Bapak ketahui tentang orang tua kandung Rudi?” tanya Murni lagi. Seperti masih ingin mencari celah untuk menemukan anak itu.

Ramlan berpikir dalam-dalam. Berusaha melanjutkan cerita yang sedari dulu ia buat-buat sendiri. “Ya, tak adalah, Bu. Saat aku mengadopsinya, memang tak ada informasi tentang asal-usulnya pada pengurus panti. Lagian, mengadopsi anak yang jelas asal-usulnya, jelas tak baik, sebab ada kemungkian ia akan menuntut kita untuk tahu tentang orang tua kandungnya, dan kita berdosa jika berbohong,” tegas Ramlan. “Percayalah padaku, Bu. Aku yakin, suatu saat, anak itu pasti kembali.”

Murni pasrah sudah.

Kini, satu rahasia Ramlan sepanjang waktu berlalu, telah diketahui Rudi, anak kandungnya sendiri. Tapi seiring waktu yang panjang pula, Ramlan masih harus menyimpan satu rahasia besar kepada Murni, istrinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar