Jumat, 15 Januari 2016

Hidup Butuh Keseimbangan

Banyak perubahan dalam hidup ini. Perubahan itu tak hanya berdampak positif, tapi juga menimbulkan dampak negatif. Bahkan sering kali dalam satu perubahan, dampak positif dan negatifnya saling meng-ada-kan. Hanya saja, antara kedua jenis dampak tersebut tidak bersatu atau muncul bersama pada satu ruang dan waktu. Keduanya senantiasa silih berganti satu dengan yang lain, tapi tak saling meniadakan. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa kemajuan di satu sisi, dapat mengakibatkan kemunduran di sisi lain. Perubahan selalu mengganggu keseimbangan. Lalu pada bagaimana sebuah perubahan dapat dikatakan baik? 

Pada dasarnya, komponen di alam semesta ini amat kompleks. Sistem alam semesta yang tampak utuh, tak lain adalah satu kesatuan dari sistem-sistem terkecil yang kompleks. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa, ada sesuatu yang kompleks di dalam sesuatu yang kompleks. Jadi apabila dirunut dari alam semesta hingga atom, maka di antaranya ada tak terhingga kesatuan sistem yang kompleks. Karena itu juga, maka perubahan pada satu kesatuan sistem terkecil, secara tidak langsung akan mempengaruhi sistem yang lainnya. Semisal, persoalan kesehatan tubuh. Untuk satu penyakit tertentu, dokter kadang menganjurkan untuk menghindari makanan tertentu. Tapi pola makan yang berubah, akan menyebabkan timbulnya penyakit pada organ lain.

Di zaman modern ini, sistem teknologi yang digunakan manusia mengalami perubahan pesat. Dulunya sederhana, menjadi sangat canggih sekarang ini. Jika dulu orang-orang susah payah berkirim surat untuk berbagi kabar, sekarang, pada setiap detik, orang dapat saja melakukannya melalui jaringan telekomunikasi. Secara kasat mata, perubahan itu memang memberikan dampak positif. Tapi tanpa disadari, ada dampak negatif pada sisi lain. Misalnya saja orang tak lagi menghargai nilai sebuah komunikasi. Berututur sapa hanya untuk mengetahui, bukan untuk memahami. Nyata sudah, perubahan pada sistem telekomunikasi, berpengaruh terhadap sistem dan nilai interaksi antarmanusia. Berangkat dari permisalan itu, dapat dikatakan bahwa dampak perubahan, entah positif atau negatif, membawa pengaruh pada aspek meteri ataupun nonmateri.

Perubahan untuk kepentingan pragmatis memang membuat lena. Sikap hedonis menjadi pangkal masalahnya. Kesenangan sesat menjadi tujuan. Jadinya, akal sehat sulit menyadari adanya dampak negatif dari sebuah perubahan, atau memang hati yang buta pura-pura saja tak peduli. Buktinya, perubahan ataukah perkembangan teknologi zaman sekarang memang pesat, tapi tanpa disadari manusia malah jadi tak menghargai sisi kemanusiaannya. Manusia teralienisasi di dunia yang serba materi. Bahkan parahnya, manusia kini lebih mencintai materi daripada manusia itu sendiri. Pemegang kekuasaan tega menilep uang hak banyak orang, demi membeli barang mewah untuk kantornya. Mengatasnamakan kepentingan rakyat untuk hasrat pribadi. Pemilik modal, pemburu kemewahan dunia, dengan santainya berleha-leha di ruang ber-AC, lalu memberikan titah untuk membakaran lahan hutan demi memperluas area perkebunannya. Semuanya atas nama perubahan yang lebih modern. Ilusi.

Lalu bagaimana perubahan yang seyogiannya dicita-citakan dan diusahakan? Jawabannya adalah perubahan yang terkontrol dan mampu menjaga keseimbangan alam semesta, bukan perubahan atas dasar nafsu duniawi yang tak akan pernah terpuaskan. Perubahan itu harusnya tetap menjaga keharmonisan hidup dan kehidupan. Sebenarnya, yang dibutuhkan bukanlah perubahan secara buta-buta untuk kepentingan sesaat, tetapi perubahan yang jelas dan baik tujuannya, terutama yang dapat memberikan keseimbangan bagi alam semesta. 

Tak ada yang memungkiri bahwa eksploitasi energi bumi dan sumber daya alam memberikan kemudahan dalam kehidupan manusia. Tapi seiring itu, alam yang nota bene rumah seluruh umat manusia pun rusak akibat pemenuhan hasrat kemewahan dunia oleh segelintir orang. Di mana-mana terjadi pencemaran air dan udara, penggundulan hutan, tanah gersang, pemanasan global, dan lain-lain. Bisa dipastikan, jika dampaknya telah nyata-nyata dan kasat mata, tak akan ada satu orang pun yang menginginkan perubahan semacam itu.

Akar dari setiap perubahan masa kini adalah akal manusia yang tak ada batasnya. Sebongkal otak dengan berpotensi luar biasa itu, membuat perkembangan dunia dalam aspek fisik-materi begitu mencengangkan. Namun sayangnya, perkembangan itu tak dikontrol oleh nurani manusia. Demi kenikmatan pribadi, manusia kadang dengan serakah mengeruk limpahan potensi alam, tanpa mempedulikan kelestariannya demi kebutuhan generasi di masa mendatang. Sama juga, tak ada yang menyangkal bahwa penemuan bom atom adalah buah dari daya pikir yang sangat prestisius. Tapi tentu tak ada manusia sejati yang sudi melihat bom atom digunakan untuk meluluhlantakkan alam dan manusia. 

Segala kekacauan yang terjadi di muka bumi, tanpa disadari, adalah buah dari ketidakseimbangan hidup dan kehidupan. Peperangan adalah cara dunia mendamaikan orang-orang yang suka mempertentangkan perbedaan. Bencana alam adalah cara bumi menyeimbangkan sistemnya. Dengan mekanisme itulah, sistem kehidupan berusaha menyembuhkan dirinya sendiri, mencari titik keseimbangannya kembali. Menyadari itu, sudah saatnya manusia mewujudkan perannya sebagai pemimpin dan rahmat bagi seluruh alam, bukan malah sebaliknya. Sepertinya tepat merenungkan ungkapan Mahatma Gandhi bahwa dunia ini cukup untuk menghidupi seluruh manusia, tetapi tak akan cukup untuk satu orang yang serakah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar